Dilema Energi Inggris: Keterlibatan China dalam Proyek Angin Raksasa Picu Perdebatan

Inggris Bimbang: Melibatkan China dalam Proyek Energi Angin Raksasa, Antara Kebutuhan dan Kekhawatiran

Pemerintah Inggris menghadapi persimpangan jalan krusial terkait masa depan energi bersihnya. Pertanyaan mendasar muncul: seberapa jauh perusahaan asal Tiongkok harus diizinkan berpartisipasi dalam proyek-proyek infrastruktur energi yang dianggap strategis?

Sorotan tajam tertuju pada Green Volt, sebuah konsorsium yang terdiri dari Flotation Energy (Skotlandia) dan Vårgrønn (Norwegia). Mereka menunjuk Mingyang, raksasa turbin angin lepas pantai dari Tiongkok, sebagai kandidat utama untuk memasok turbin dalam proyek ambisius mereka. Proyek ini bertujuan membangun ladang angin terapung komersial pertama dan terbesar di Eropa, yang diharapkan dapat menyediakan listrik bagi anjungan minyak dan gas, menggantikan sumber energi diesel dan gas yang mencemari, serta mengalirkan energi terbarukan ke jaringan listrik nasional Inggris.

Namun, kerjasama dengan perusahaan Tiongkok bukanlah keputusan yang mudah diambil. Pertimbangan keamanan nasional menjadi penghalang utama.

Bayang-Bayang Keamanan Nasional

Potensi penggunaan turbin dari Mingyang memicu perdebatan publik yang intens. Pengalaman pahit di masa lalu, ketika pemerintah Inggris mengambil alih kendali British Steel, menjadi pelajaran berharga. Saat itu, Jingye Group, pemilik British Steel asal Tiongkok, dituduh berencana menutup pabrik di Scunthorpe, mengubah Inggris menjadi tempat pembuangan baja Tiongkok. Insiden tersebut memicu gelombang kritik dan tuntutan agar perusahaan Tiongkok tidak lagi dilibatkan dalam proyek-proyek infrastruktur vital Inggris.

Akibatnya, meskipun belum ada larangan resmi dari pemerintah, Green Volt dilaporkan telah menunggu tanggapan dari para menteri selama beberapa minggu. Ketidakpastian ini mencerminkan kehati-hatian pemerintah dalam menimbang manfaat dan risiko yang terkait dengan keterlibatan Tiongkok.

Ketergantungan pada Teknologi Asing

Ironisnya, Inggris menghadapi keterbatasan dalam memproduksi turbin sendiri. Upaya untuk menggandeng produsen Eropa belum membuahkan hasil yang memuaskan. Sumber industri mengungkapkan bahwa Green Volt telah berupaya mencari produsen dari Eropa, namun gagal. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: jika bukan perusahaan Tiongkok, siapa yang akan memasok turbin untuk proyek ini?

Proyek Green Volt dianggap krusial untuk mendukung ambisi Inggris mencapai emisi nol bersih (net zero) pada tahun 2050. Namun, tujuan ambisius ini terancam goyah setelah Ørsted, perusahaan asal Denmark, membatalkan proyek ladang angin Hornsea 4, salah satu proyek terbesar di Inggris. Pemerintah masih berharap Ørsted akan mempertimbangkan kembali keputusannya.

Di sisi lain, Mingyang juga menjadi sorotan di Jerman terkait keterlibatannya dalam proyek ladang angin lepas pantai Waterkant.

Komitmen Green Volt

Green Volt menegaskan komitmennya untuk mematuhi semua regulasi pemerintah terkait keamanan nasional dalam memilih pemasok. Juru bicara Green Volt menyatakan bahwa perusahaan akan mengikuti semua peraturan dan panduan pemerintah terkait keamanan infrastruktur nasional.

Pemerintah Inggris juga menekankan bahwa keamanan nasional tetap menjadi prioritas utama dalam setiap keputusan investasi di sektor energi. Pemerintah menyatakan tidak akan membiarkan apapun mengancam keamanan nasional. Investasi di sektor energi berada pada pengawasan keamanan nasional tertinggi, dengan proses ketat untuk menilai peran Tiongkok dalam rantai pasok dan investasi di infrastruktur vital, mempertimbangkan aspek keamanan nasional serta kebutuhan membangun rantai pasok dalam negeri.