Nissan Berencana Merumahkan 20.000 Pekerja di Tengah Tekanan Finansial yang Meningkat

Pabrikan otomotif asal Jepang, Nissan, dikabarkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 20.000 karyawan di seluruh dunia. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap kerugian yang terus-menerus dialami perusahaan dan persaingan yang semakin ketat di pasar global, terutama dari produsen otomotif asal Amerika Serikat dan China.

Rencana PHK ini merupakan kelanjutan dari pengumuman sebelumnya pada November 2024, di mana Nissan berencana untuk mengurangi jumlah karyawan sebanyak 11.000 orang. Namun, dengan kondisi keuangan yang semakin memburuk, angka tersebut kini meningkat signifikan menjadi 20.000 karyawan, atau sekitar 15% dari total tenaga kerja Nissan secara global. Kabar ini pertama kali dilaporkan oleh NHK, meskipun pihak Nissan sendiri menolak untuk memberikan komentar resmi terkait hal tersebut.

Krisis yang dialami Nissan diperkirakan akan semakin dalam. Perusahaan telah mengumumkan kepada para pemegang saham mengenai perkiraan kerugian biaya restrukturisasi sebesar 5 miliar dolar AS untuk tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa Nissan sedang menghadapi tantangan yang signifikan dalam upaya untuk membalikkan keadaan.

Salah satu faktor utama yang memicu kesulitan Nissan adalah persaingan yang semakin sengit di pasar otomotif global. Penetrasi pasar yang agresif oleh produsen mobil China, khususnya di pasar-pasar berkembang, telah memberikan tekanan besar pada penjualan Nissan. Selain itu, kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat juga memberikan dampak negatif bagi produsen otomotif Jepang, termasuk Nissan.

Selain masalah penjualan, Nissan juga dihadapkan pada beban utang yang cukup besar. Perusahaan memiliki kewajiban membayar utang jatuh tempo sebesar 1,6 miliar dolar AS pada tahun ini, dan jumlah ini akan meningkat menjadi 5,6 miliar dolar AS pada tahun 2026. Beban utang ini semakin memperburuk kondisi keuangan Nissan dan membatasi kemampuan perusahaan untuk berinvestasi dalam inovasi dan pengembangan produk baru.

Upaya untuk mengatasi krisis ini sebelumnya sempat memunculkan harapan melalui rencana merger dengan Honda dan Mitsubishi. Namun, rencana tersebut akhirnya gagal terealisasi, meninggalkan Nissan dalam kondisi yang semakin sulit. Kegagalan merger ini semakin memperdalam keterpurukan Nissan, yang kini menghadapi kondisi terburuk dalam 26 tahun terakhir.

PHK massal ini menjadi sinyal bahwa Nissan sedang berjuang keras untuk mengatasi tantangan yang dihadapinya. Perusahaan berharap bahwa langkah restrukturisasi ini akan membantu mengurangi biaya operasional, meningkatkan efisiensi, dan memfokuskan kembali bisnis pada area-area yang memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar. Namun, keberhasilan upaya restrukturisasi ini masih belum pasti, dan Nissan akan menghadapi perjalanan yang panjang dan sulit untuk kembali ke jalur pertumbuhan yang berkelanjutan.