Tragedi Truk Overload: Perang Tarif Angkutan Barang Picu Kecelakaan dan Kerusakan Infrastruktur

Serangkaian kecelakaan yang melibatkan truk angkutan barang, seperti yang terjadi di Ciawi, Purworejo, Semarang, dan berbagai lokasi lainnya sepanjang tahun ini, telah menimbulkan kerugian materiil yang signifikan dan hilangnya nyawa. Kejadian-kejadian ini menjadi sorotan tajam terhadap masalah truk dengan dimensi dan muatan berlebih (Over Dimension Over Load/ODOL) atau yang sering disebut sebagai 'truk obesitas'. Para ahli dan pengamat transportasi mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas.

Djoko Setijowarno, pengamat transportasi sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), menyatakan bahwa menghentikan operasional truk ODOL adalah langkah paling bijaksana untuk mencegah kecelakaan lalu lintas. Kebijakan ini juga dinilai krusial untuk melindungi infrastruktur jalan dan menjaga kelancaran arus lalu lintas.

Menurut Djoko, kecelakaan yang melibatkan truk angkutan barang seakan menjadi pemandangan sehari-hari di jalan raya. Sebelum era jalan tol, truk sering menabrak kendaraan lain atau objek di tepi jalan. Kini, di jalan tol, truk seringkali menjadi korban tabrak dari belakang. Kecelakaan ini tidak hanya merugikan secara materi, namun juga menimbulkan korban jiwa.

Faktor kelalaian dalam persiapan kendaraan seringkali menjadi penyebab utama kecelakaan. Selain kompetensi pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat juga menjadi pemicu. Namun, akar permasalahan yang lebih dalam adalah lemahnya tata kelola dan kurangnya upaya perbaikan dari pemerintah.

Salah satu faktor utama yang memicu praktik truk ODOL adalah perang tarif angkutan barang. Persaingan harga yang tidak sehat antar pengusaha angkutan barang memaksa mereka untuk memaksimalkan muatan demi menekan biaya. Hal ini berdampak negatif pada infrastruktur jalan dan daya saing pengusaha. Praktik truk ODOL sendiri sudah berlangsung selama lebih dari dua dekade.

Djoko Setijowarno mengusulkan revisi Pasal 184 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurutnya, sejak UU No. 22 Tahun 2009 disahkan, perang tarif yang tidak sehat telah merajalela di industri transportasi barang. Pengusaha truk berupaya menekan biaya serendah mungkin untuk memenangkan tender dari perusahaan pemilik barang.

Pasal 184 mengatur bahwa tarif angkutan barang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum. Tidak ada tarif dasar yang ditetapkan pemerintah, berbeda dengan angkutan umum. Hal ini menyebabkan variasi tarif yang signifikan antar perusahaan, yang memicu perang tarif.

Pemerintah sendiri berkomitmen untuk menerapkan kebijakan Zero ODOL. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan bahwa penerapan Zero ODOL akan segera dilaksanakan setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peningkatan daya saing industri. Sementara itu, Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menargetkan aturan Zero ODOL berlaku efektif pada tahun 2026.

Kebijakan Zero ODOL yang ditargetkan efektif pada 2026, akan dituangkan dalam peraturan presiden mengenai penguatan logistik nasional. Peraturan ini juga akan mengatur insentif bagi pelaku usaha.