Harga Emas Global dan Domestik Tertekan Sentimen Pasar dan Data Inflasi AS
Harga emas mengalami penurunan signifikan di pasar global dan domestik, dipicu oleh kombinasi sentimen pasar yang berubah dan antisipasi terhadap data inflasi Amerika Serikat. Pada perdagangan sesi Asia hari Selasa, harga emas (XAU/USD) tercatat turun ke level US$ 3.235, menyusul penurunan tajam lebih dari 3% pada hari sebelumnya. Di dalam negeri, harga emas Logam Mulia Antam 24 Karat juga mengalami penurunan sebesar Rp 21.000, mencapai level Rp 1.884.000 per gram.
Optimisme pasar terkait kesepakatan perdagangan sementara antara Amerika Serikat dan China menjadi faktor utama yang membebani harga emas. Kesepakatan ini mengurangi permintaan terhadap aset safe haven, termasuk emas. Analis dari Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, mengindikasikan bahwa tren emas saat ini masih menunjukkan tekanan bearish. Pola candlestick pada grafik harian, bersama dengan indikator Moving Average, mengisyaratkan potensi penurunan lebih lanjut. Level support berikutnya yang berpotensi diuji adalah di sekitar US$ 3.206. Meskipun demikian, peluang rebound teknikal tetap ada jika sentimen pasar berubah secara tiba-tiba, dengan target kenaikan ke area $3.279.
Volatilitas pasar diperkirakan akan tetap tinggi menjelang rilis data inflasi AS. Investor menantikan data Consumer Price Index (CPI) AS untuk bulan April, yang diperkirakan akan dirilis malam ini. Proyeksi pasar menunjukkan kenaikan inflasi utama sebesar 2,4% Year-on-Year (YoY) dan inflasi inti sebesar 2,8% YoY. Data ini akan sangat memengaruhi ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Saat ini, pasar memperkirakan The Fed akan memulai pemotongan suku bunga pada bulan September, dengan potensi dua pemotongan tambahan hingga akhir tahun. Namun, jika data inflasi lebih tinggi dari perkiraan, ekspektasi ini dapat berubah, yang pada gilirannya akan memengaruhi harga emas.
Selain itu, penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS juga memberikan tekanan pada harga emas. Kombinasi ini menjadi tantangan bagi emas, karena logam mulia ini tidak memberikan imbal hasil seperti obligasi. Penguatan dolar terjadi seiring meningkatnya kepercayaan pasar setelah AS dan China sepakat untuk mengurangi tarif perdagangan dalam periode 90 hari. AS dilaporkan akan menurunkan tarif dari 145% menjadi 30% untuk sejumlah produk China, sementara China juga akan mengurangi bea masuk dari 125% menjadi 10% untuk barang-barang AS.
Di sisi geopolitik, ketegangan antara India dan Pakistan, serta inisiatif perundingan antara Ukraina dan Rusia, dapat memicu sentimen safe haven yang sewaktu-waktu dapat mendukung harga emas. Jika ketegangan meningkat, arus modal dapat kembali beralih ke aset aman seperti emas.
Andy Nugraha menyarankan agar para pelaku pasar tetap berhati-hati terhadap potensi pergerakan ekstrem. Dengan sentimen pasar yang campur aduk antara optimisme perdagangan dan kekhawatiran inflasi, pasar emas diperkirakan akan mengalami volatilitas tinggi hingga rilis data CPI memberikan arah yang lebih jelas. Investor disarankan untuk memantau perkembangan data ekonomi dan geopolitik untuk mengantisipasi pergerakan harga emas.
Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi harga emas:
- Kebijakan Suku Bunga The Fed: Ekspektasi terhadap pemotongan suku bunga dapat mendorong harga emas naik.
- Inflasi AS: Data inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat menekan harga emas.
- Nilai Tukar Dolar AS: Penguatan dolar AS cenderung menekan harga emas.
- Imbal Hasil Obligasi Pemerintah AS: Kenaikan imbal hasil obligasi dapat membuat emas kurang menarik.
- Ketegangan Geopolitik: Konflik dan ketidakpastian geopolitik dapat meningkatkan permintaan terhadap emas sebagai aset safe haven.