Dari Korban Bullying hingga Pustakawan Harvard: Kisah Inspiratif Waitatiri dan Buku 'The Missing Colours'
Dari Korban Bullying hingga Pustakawan Harvard: Kisah Inspiratif Waitatiri dan Buku 'The Missing Colours'
Waitatiri, alumni Universitas Indonesia (UI), telah menempuh perjalanan luar biasa yang menginspirasi banyak orang. Perjalanan ini bermula dari pengalaman pahit masa kecilnya sebagai korban bullying, hingga puncak kesuksesannya sebagai relawan pendidikan dan penulis buku yang kini menjadi bahan ajar di Harvard University. Kisah hidupnya membuktikan bahwa ketabahan dan semangat belajar dapat mengubah tantangan menjadi peluang. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di UI, Waitatiri, yang akrab disapa Wai, mengambil langkah berani untuk melanjutkan studi S2 di Harvard School of Education, mengambil jurusan Learning Design, Information and Technology. Keputusannya ini didorong oleh keprihatinannya terhadap akses pendidikan anak-anak Indonesia yang terhambat selama pandemi Covid-19. Melihat banyak anak yang kesulitan belajar karena keterbatasan akses teknologi, Wai menginisiasi penggalangan dana untuk menyediakan ponsel dan paket data bagi mereka yang membutuhkan. Dedikasi ini menjadi bukti nyata komitmennya untuk memajukan pendidikan di tanah air.
Proses pembelajaran di Harvard menghadirkan tantangan tersendiri bagi Wai. Perbedaan sistem pendidikan antara UI dan Harvard menuntut adaptasi yang signifikan. Namun, tekadnya yang kuat untuk berkontribusi pada dunia pendidikan Indonesia mendorongnya untuk mengatasi hambatan tersebut. Pengalamannya di Harvard tidak hanya memperkaya pengetahuannya tentang desain pembelajaran inovatif dan teknologi pendidikan, tetapi juga membuka wawasannya tentang potensi dan nilai budaya Indonesia di mata dunia. Selama menempuh pendidikan di Harvard, Wai menyadari bahwa pengalaman dan perspektifnya sebagai orang Indonesia sangat berharga dan menarik bagi komunitas internasional. Pengalamannya ini kemudian dituangkan dalam buku 'The Missing Colours', sebuah karya yang lahir dari pengalaman pribadi Wai sebagai korban bullying dan kepeduliannya terhadap anak-anak yang mengalami hal serupa.
Buku 'The Missing Colours' tidak sekadar menceritakan kisah nyata seorang korban bullying, tetapi juga menyuarakan pentingnya dukungan dan penyembuhan bagi para penyintas. Buku ini berhasil menarik perhatian seorang dosen di Harvard, yang kemudian mengusulkannya sebagai bahan ajar di beberapa sekolah di Amerika Serikat pada April 2024. Sukses ini tidak hanya menjadi bukti kualitas karya Wai, tetapi juga pengakuan atas pentingnya isu bullying dan kebutuhan akan literatur yang mendukung penyembuhan trauma. Kesuksesan buku ini memotivasi Wai untuk terus berkarya. Saat ini, ia tengah mengerjakan buku baru dengan tema yang sama, namun dengan cakupan yang lebih luas, mencakup perspektif korban dan pelaku bullying, serta menyasar pembaca remaja dan dewasa.
Selain berkarya di bidang penulisan, Wai juga aktif mengembangkan platform pembelajaran online untuk anak-anak usia 4-14 tahun di Smartick Indonesia. Platform ini berfokus pada literasi numerasi, bertujuan untuk membantu anak-anak meningkatkan kemampuan berpikir kritis, percaya diri, dan performa akademik mereka. Dengan demikian, Wai tidak hanya berbagi pengalaman dan pengetahuan melalui buku, tetapi juga melalui platform pembelajaran yang inovatif dan terjangkau. Kisah hidup Waitatiri merupakan bukti nyata bahwa semangat belajar, ketekunan, dan kepedulian terhadap sesama dapat mengantarkan seseorang mencapai kesuksesan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas, bahkan hingga kancah internasional. Kisahnya menginspirasi kita semua untuk tetap teguh menghadapi tantangan dan meraih mimpi, sekalipun bermula dari pengalaman yang menyakitkan.