Mahfud MD: Korupsi di Peradilan Indonesia Mencapai Titik Nadir, Berjamaah dan Lintas Lembaga
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, baru-baru ini menyampaikan keprihatinannya yang mendalam mengenai kondisi sistem peradilan di Indonesia. Dalam sebuah diskusi publik, Mahfud mengungkapkan bahwa praktik korupsi di lingkungan peradilan telah mencapai titik nadir, dengan modus operandi yang semakin terorganisir dan melibatkan banyak pihak.
Mahfud menyoroti perubahan signifikan dalam pola korupsi di kalangan hakim. Jika dulu praktik suap dilakukan secara individual dan sembunyi-sembunyi, kini korupsi terjadi secara berjamaah dan melibatkan hakim dari berbagai pengadilan. Ia mencontohkan kasus di Surabaya yang melibatkan terdakwa Ronald Tannur, di mana sejumlah hakim diduga terlibat dalam penanganan perkara tersebut. Selain itu, ia juga menyinggung kasus ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan beberapa pengadilan. Menurut Mahfud, kasus-kasus ini menunjukkan adanya permufakatan jahat yang terstruktur dan melibatkan berbagai elemen dalam sistem peradilan.
"Dulu iya kalau hakim ditangkap itu zaman-zaman Orde Baru ada korupsi kecil-kecilan lah. Dulu hakim disuap, kalau ketangkep ya kecil-kecil saja, Rp 60-70 juta gitu. Dulu kalau hakim jarang sampai miliaran, ratusan juta saja sudah heboh, sekarang ini di rumahnya Zarof Ricar ada Rp 1 triliun," Ujar Mahfud.
Mahfud menekankan bahwa pembenahan sistem peradilan memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terencana. Ia mengingatkan agar solusi tidak dicari secara parsial atau tanpa perencanaan yang matang, karena hal ini dapat membahayakan tata kelola negara. Mahfud mengajak semua pihak untuk bersama-sama mencari solusi untuk memperbaiki sistem peradilan yang ada.
Mahfud membandingkan kondisi saat ini dengan era Orde Baru, di mana praktik korupsi di kalangan hakim relatif lebih kecil dan tersembunyi. Kini, nilai korupsi bisa mencapai triliunan rupiah, seperti yang ditemukan dalam kasus mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Perubahan ini menunjukkan eskalasi yang mengkhawatirkan dalam praktik korupsi di lingkungan peradilan.
Berikut adalah beberapa contoh kasus yang disoroti Mahfud:
- Kasus Ronald Tannur di Surabaya: Melibatkan majelis hakim, termasuk ketua pengadilan, dalam penanganan perkara.
- Kasus Ekspor CPO: Melibatkan ketua majelis Djuyamto dan anggota Ali Muhtarom serta Agam Syarif Baharuddin.
- Kasus Suap di Jakarta: Melibatkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, serta Wahyu Gunawan, Panitera Muda pada PN Jakarta Utara.
Mahfud menyerukan kesadaran kolektif untuk mengatasi masalah ini. Ia menekankan bahwa perbaikan sistem peradilan harus menjadi prioritas utama untuk memastikan tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia.