Mahfud MD Soroti Korupsi Peradilan: Dulu Sembunyi-Sembunyi, Kini Berjemaah Lintas Pengadilan

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, baru-baru ini menyampaikan keprihatinannya atas kondisi sistem peradilan di Indonesia. Dalam sebuah diskusi publik, Mahfud menekankan bahwa reformasi peradilan memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terencana.

Menurut Mahfud, perbaikan sistem peradilan tidak bisa dilakukan secara sporadis. Diperlukan strategi yang matang dan terkoordinasi agar upaya reformasi tersebut efektif dan tidak menimbulkan masalah baru. Ia mengajak semua pihak terkait untuk berkolaborasi mencari solusi yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh lembaga peradilan.

Mahfud menyoroti perubahan signifikan dalam praktik korupsi di kalangan hakim. Dulu, korupsi dilakukan secara individu dan tersembunyi, tetapi sekarang cenderung dilakukan secara kolektif dan melibatkan berbagai pengadilan. Fenomena ini menunjukkan bahwa masalah korupsi di peradilan semakin kompleks dan sistemik.

Ia mengilustrasikan dengan kasus Ronald Tannur di Surabaya, di mana beberapa hakim, termasuk ketua pengadilan, diduga terlibat dalam penanganan perkara tersebut. Selain itu, Mahfud juga menyinggung putusan onslag dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan beberapa hakim dari pengadilan yang berbeda.

Mahfud juga menyebutkan kasus suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan seorang Panitera Muda dari PN Jakarta Utara. Menurutnya, kasus-kasus ini adalah bukti nyata betapa parahnya praktik korupsi di lingkungan peradilan.

"Di Surabaya yang kasus Ronald Tannur, itu tiga majelis hakimnya, ini yang terakhir ini yang Djuyamto ini melibatkan tiga Pengadilan, hakimnya dari tiga pengadilan. Pengacara dan panitera terlibat semua coba, ini sudah parah. Tiga pengadilan bersama-sama saling mendukung proses ini, permufakatan jahat ini," ungkap Mahfud.

Mahfud membandingkan kondisi saat ini dengan era Orde Baru, di mana praktik suap di kalangan hakim masih relatif kecil dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Namun, sekarang, nilai korupsi bisa mencapai angka yang fantastis, seperti yang ditemukan dalam kasus mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, yang menyimpan uang hingga triliunan rupiah di rumahnya.

"Dulu iya kalau hakim ditangkap itu zaman-zaman Orde Baru ada korupsi kecil-kecilanlah. Dulu hakim disuap, kalau ketangkep ya kecil-kecil saja, Rp 60-70 juta gitu. Dulu kalau hakim jarang sampai miliaran, ratusan juta saja sudah heboh, sekarang ini di rumahnya Zarof Ricar ada Rp 1 triliun," pungkas Mahfud.

Kasus yang disinggung Mahfud MD:

  • Kasus Ronald Tannur di Surabaya yang melibatkan beberapa hakim, termasuk ketua pengadilan.
  • Putusan onslag dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan beberapa hakim dari pengadilan yang berbeda.
  • Kasus suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan seorang Panitera Muda dari PN Jakarta Utara.
  • Kasus mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, yang menyimpan uang hingga triliunan rupiah di rumahnya.