Antara Dedikasi dan Bahaya: Guru Pedalaman Jambi Pertaruhkan Nyawa Demi Pendidikan

Guru di Ujung Tanduk: Kisah Perjuangan dari Pedalaman Jambi

Di pelosok Provinsi Jambi, tepatnya di Desa Simpang Limbur Merangin, sebuah pemandangan memilukan sekaligus membangkitkan semangat terlihat nyata. Empat orang guru wanita, pahlawan tanpa tanda jasa, mempertaruhkan nyawa setiap hari demi mengemban amanah pendidikan. Mereka adalah pengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 117, sebuah lembaga pendidikan yang menjadi harapan bagi anak-anak di pedalaman.

Kondisi geografis yang sulit dan infrastruktur yang minim menjadi tantangan berat bagi para guru ini. Jembatan gantung yang menghubungkan Desa Limbur Merangin dan Desa Simpang Limbur, satu-satunya akses vital bagi warga, termasuk para guru, berada dalam kondisi memprihatinkan. Lantai jembatan jebol di beberapa bagian, menyisakan hanya seutas tali sling sebagai tumpuan. Di bawahnya, aliran Sungai Batang Merangin yang deras siap menerkam siapa saja yang kehilangan keseimbangan.

Namun, kesulitan ini tidak menyurutkan semangat para guru. Dengan tas ransel di punggung, mereka berjalan hati-hati di atas sling baja, berpegangan erat agar tidak terjatuh. Setiap langkah adalah pertaruhan nyawa, keseimbangan antara tugas dan keselamatan. Pemandangan ini bak adegan dalam film laga, namun inilah realita yang harus dihadapi para pendidik di pedalaman Jambi.

Kepala Desa Limbur Merangin, Sargawi, menjelaskan bahwa kerusakan jembatan sudah berlangsung lama. Awalnya, hanya beberapa bagian lantai yang keropos, namun kondisinya semakin parah setelah tali sling putus. Demi keselamatan siswa, pihak desa dan sekolah memutuskan untuk memindahkan kegiatan belajar mengajar ke sebuah madrasah di Desa Limbur Merangin, mengingat mayoritas siswa SDN 117 berasal dari desa tersebut.

"Anak-anak sangat berbahaya jika harus menyeberang jembatan. Maka, kami putuskan gurunya yang datang ke sini," ujar Sargawi.

Menurut Sargawi, saat video viral yang memperlihatkan guru menyeberang jembatan, merupakan hari pertama perbaikan jembatan setelah tali sling putus. Pihak desa sebenarnya sudah menyediakan perahu sebagai transportasi sementara, namun saat itu pekerja belum berada di lokasi.

"Saat guru ini mau menyeberang sekitar pukul 08.00 WIB, pekerja perahu belum ada di lokasi, sehingga mereka terpaksa melewati jembatan yang sedang diperbaiki," jelasnya.

Perbaikan jembatan sendiri telah berlangsung selama sembilan hari dan didanai dari dana desa. Jembatan gantung ini dibangun sekitar 20 tahun lalu, menggantikan jembatan kayu yang sudah tidak layak.

Kisah para guru di Simpang Limbur Merangin ini adalah cermin dedikasi dan pengorbanan yang luar biasa. Di tengah keterbatasan dan bahaya, mereka tetap bersemangat mencerdaskan anak bangsa. Mereka adalah pahlawan pendidikan yang sesungguhnya, yang patut diapresiasi dan didukung penuh agar dapat terus mengemban tugas mulia ini.