Tragedi di Myanmar: Serangan Udara Menghancurkan Sekolah, Puluhan Anak Jadi Korban

Tragedi kemanusiaan kembali terjadi di Myanmar. Sebuah serangan udara yang diduga dilakukan oleh junta militer menghantam sebuah sekolah dasar di desa Oe Htein Kwin, wilayah Sagaing, pada Senin (12/5) pagi. Serangan yang terjadi sekitar pukul 10.00 waktu setempat itu merenggut nyawa puluhan orang, sebagian besar anak-anak.

Berdasarkan laporan saksi mata, sedikitnya 22 orang tewas dalam insiden tersebut. Korban meliputi 20 anak-anak dan dua orang guru. Seorang guru yang selamat menceritakan bahwa serangan terjadi begitu cepat saat mereka berusaha mengevakuasi para siswa. Pesawat tempur menjatuhkan bom sebelum anak-anak sempat menyelamatkan diri. Bangunan sekolah berwarna hijau muda itu kini hanya tersisa puing-puing. Atap logamnya hancur, dan dinding bata berlubang-lubang.

Foto-foto dari lokasi kejadian menunjukkan tumpukan tas dan buku di depan tiang bendera Myanmar yang masih berdiri. Pemandangan yang memilukan terlihat saat para orang tua menggali kuburan kecil di tanah keras untuk memakamkan jenazah anak-anak mereka yang dibungkus kain kafan.

Serangan ini terjadi di tengah gencatan senjata kemanusiaan yang seharusnya diberlakukan untuk membantu pemulihan Myanmar pasca-gempa bumi dahsyat yang mengguncang pada Maret lalu. Gencatan senjata ini diumumkan oleh junta militer dengan tujuan untuk melanjutkan proses pembangunan kembali dan rehabilitasi setelah gempa bumi berkekuatan Magnitudo 7,7 menewaskan ribuan orang.

Tim informasi junta militer Myanmar membantah tuduhan tersebut dan menyebut laporan serangan udara itu sebagai "berita palsu". Mereka menegaskan bahwa tidak ada serangan udara yang menargetkan fasilitas non-militer. Namun, bantahan ini bertentangan dengan laporan saksi mata dan bukti-bukti foto yang beredar.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, menyatakan "sangat khawatir" atas laporan serangan tersebut. Beliau menekankan bahwa sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan tidak menjadi sasaran pengeboman.

Myanmar telah dilanda konflik internal sejak kudeta militer pada tahun 2021. Junta militer menghadapi perlawanan dari kelompok-kelompok etnis bersenjata dan gerakan perlawanan yang semakin kuat.