Mahfud MD Soroti Kemerosotan Sistem Peradilan, Era Orde Baru Dianggap Lebih Berwibawa
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, baru-baru ini menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait kondisi sistem peradilan di Indonesia. Dalam sebuah diskusi yang disiarkan oleh sebuah media nasional, Mahfud menyatakan bahwa berbagai upaya reformasi hukum yang telah diimplementasikan sejak era reformasi justru belum mampu memperbaiki keadaan. Bahkan, ia menilai bahwa kewibawaan lembaga peradilan saat ini justru berada di bawah standar yang pernah dicapai pada masa pemerintahan Orde Baru.
Mahfud mengungkapkan bahwa berbagai pendekatan dan teori hukum telah dicoba untuk memperbaiki sistem peradilan, namun hasilnya jauh dari harapan. Ia menekankan bahwa permasalahan utama saat ini bukanlah terletak pada kurangnya teori atau pendekatan baru, melainkan pada komitmen dan kepemimpinan yang kuat untuk menegakkan keadilan dan memberantas praktik-praktik korupsi yang merusak integritas lembaga peradilan.
"Semua jalan sudah ditempuh, semua teori sudah dipakai," ujar Mahfud, menggambarkan betapa kompleks dan sulitnya permasalahan yang dihadapi sistem peradilan Indonesia. Ia menambahkan bahwa fokus saat ini seharusnya beralih dari mencari teori-teori baru menjadi membangun komitmen dan kepemimpinan yang kuat di semua tingkatan lembaga peradilan.
Lebih lanjut, Mahfud menyoroti upaya-upaya legislasi yang bertujuan untuk memperkuat independensi hakim. Ia menyebutkan bahwa meskipun undang-undang telah dibuat untuk menjamin independensi hakim, kenyataannya justru menunjukkan hasil yang sebaliknya. Menurutnya, independensi hakim seharusnya tidak hanya dijamin secara formal melalui undang-undang, tetapi juga harus diwujudkan dalam praktik sehari-hari dengan menjauhkan hakim dari segala bentuk intervensi dan tekanan dari pihak manapun.
"Coba dulu misalnya katanya hakim harus independen, oke buatkan undang-undang agar independen, ternyata makin rusak ya kan? Bukan makin baik. Lebih wibawa hakim di zaman Orde Baru. Mahkamah Agung itu wibawa sekali," kata Mahfud, membandingkan kondisi peradilan saat ini dengan masa lalu. Ia mengindikasikan bahwa masalah independensi hakim bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal implementasi dan budaya hukum.
Selain itu, Mahfud juga menyinggung pembentukan berbagai lembaga pengawas dan penyeimbang kekuasaan kehakiman, seperti Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mengakui bahwa lembaga-lembaga ini pada awalnya menunjukkan kinerja yang positif, namun seiring berjalannya waktu, efektivitasnya justru menurun. Mahfud menjelaskan bahwa penurunan efektivitas ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya sumber daya, intervensi politik, dan praktik-praktik korupsi di dalam lembaga itu sendiri.
"Ya sudah pisah, makin rusak. Lalu dibuat keseimbangan agar hakim itu ada pengawasnya, dibuat Komisi Yudisial. Lah gimana kalau nanti DPR dan Pemerintahnya? Dibuat Mahkamah Konstitusi agar lebih kuat. Kita buat KPK. Buat, semua dibuat, tambah jelek," tutur Mahfud, menggambarkan bagaimana upaya-upaya untuk memperbaiki sistem peradilan justru berujung pada hasil yang mengecewakan.
Secara keseluruhan, pernyataan Mahfud MD ini mencerminkan keprihatinan yang mendalam terhadap kondisi sistem peradilan di Indonesia. Ia menyerukan perlunya perubahan mendasar dalam pendekatan dan strategi untuk memperbaiki sistem peradilan, dengan fokus pada penguatan komitmen, kepemimpinan, dan integritas di semua tingkatan lembaga peradilan.