Harapan Baru bagi Penderita Lupus: Kehamilan dan Kualitas Hidup yang Optimal

Lupus Tidak Menghalangi Kehidupan Normal, Termasuk Kehamilan

Banyak kesalahpahaman yang beredar di masyarakat mengenai penyakit lupus, terutama terkait dengan kemampuan penderitanya untuk menjalani kehidupan normal, termasuk merencanakan dan menjalani kehamilan. Namun, seorang dokter spesialis penyakit dalam, dr. Fenda Adita, Sp.PD, FINASIM, memberikan pandangan yang lebih optimis. Menurutnya, pasien lupus tetap dapat hidup aktif, produktif, dan bahkan memiliki anak, asalkan memahami dan mengelola risiko yang ada.

"Pasien lupus sangat bisa hidup sehat dan memiliki anak, asalkan lupusnya dalam kondisi remisi atau aktivitas penyakitnya rendah," tegas dr. Fenda dalam sebuah acara talkshow kesehatan. Pernyataan ini memberikan angin segar bagi para wanita penderita lupus yang ingin memiliki keturunan.

Kehamilan yang Aman: Lupus Harus Terkontrol

Lupus, atau systemic lupus erythematosus (SLE), adalah penyakit autoimun kronis yang dapat menyerang berbagai organ tubuh vital, seperti ginjal, jantung, paru-paru, sendi, dan sistem saraf. Meskipun tergolong penyakit kronis, kehamilan tetap memungkinkan bagi penderita lupus dengan beberapa catatan penting.

Dr. Fenda menekankan pentingnya menunggu hingga aktivitas lupus berada pada tingkat yang rendah atau bahkan mencapai remisi sebelum merencanakan kehamilan. "Kalau mau hamil, nanti tunggu dulu derajat aktivitas lupusmu bagus dulu. Jangan buru-buru. Kita tunggu sampai remisi atau aktivitas rendah, lalu 6–12 bulan setelah itu baru program hamil," jelasnya. Hal ini krusial untuk meminimalkan risiko komplikasi selama kehamilan, seperti keguguran, hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia), atau serangan lupus (flare) yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin.

Penyesuaian Pengobatan Sebelum Kehamilan

Selain mengontrol aktivitas penyakit, dr. Fenda juga mengingatkan bahwa beberapa jenis obat yang umum digunakan untuk mengobati lupus tidak aman dikonsumsi selama kehamilan karena berpotensi membahayakan janin. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter dan menyesuaikan pengobatan sebelum merencanakan kehamilan.

"Obat-obat yang akan dikonsumsi selama hamil harus dikonsultasikan dulu, karena ada beberapa yang tidak boleh, seperti mycophenolate mofetil atau cyclophosphamide. Itu harus dihentikan dulu beberapa bulan sebelum program hamil," ujarnya. Sebagai alternatif, dokter akan meresepkan obat-obatan yang lebih aman untuk kehamilan.

Selama fase aktif lupus, dr. Fenda menyarankan penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Metode kontrasepsi yang direkomendasikan adalah IUD (alat kontrasepsi dalam rahim) atau kondom.

Kualitas Hidup yang Optimal dengan Lupus

Dr. Fenda menegaskan bahwa lupus tidak seharusnya menjadi penghalang bagi penderitanya untuk menjalani kehidupan yang normal dan produktif. Pasien lupus tetap dapat beraktivitas sehari-hari, seperti bersekolah, kuliah, bekerja, dan mengejar impian mereka, asalkan penyakitnya terkontrol dengan baik.

"Jangan sampai karena lupus kamu minder. Banyak kok pasien lupus yang bisa jadi dokter, bahkan polisi atau tentara. Mereka hidupnya normal karena penyakitnya terkontrol," tegasnya. Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas juga sangat penting untuk meningkatkan semangat dan motivasi pasien lupus.

Selain pengobatan yang teratur, gaya hidup sehat juga berperan penting dalam mengelola lupus. Dr. Fenda menganjurkan pasien untuk:

  • Berolahraga secara teratur (sebaiknya pagi sebelum jam 7 atau sore setelah jam 4).
  • Menghindari paparan sinar matahari langsung dengan menggunakan pelindung seperti topi, pakaian lengan panjang, dan tabir surya (SPF 30-50).
  • Mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.
  • Mengelola stres dengan baik.

Kunci Keberhasilan: Kepatuhan, Dukungan, dan Pemahaman

Keberhasilan dalam mengelola lupus sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

  • Penerimaan pasien terhadap diagnosis lupus.
  • Kepatuhan dalam meminum obat yang diresepkan oleh dokter.
  • Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas.
  • Komunikasi yang baik dengan dokter.

Dr. Fenda menekankan pentingnya konsultasi rutin dengan dokter dan menghindari sikap menghilang dari dokter. "Jangan sampai pasien lupus takut minum obat yang diresepkan dokter. Itu sudah berdasarkan penelitian. Yang penting konsultasi rutin dan jangan menghilang dari dokter," katanya.

Ia juga meluruskan stigma negatif yang sering melekat pada penyakit lupus, yaitu anggapan bahwa lupus adalah penyakit menular. "Lupus bukan penyakit menular. Kalau menular, saya tiap hari ketularan karena saya pegang pasien lupus terus. Yang menular itu infeksinya, bukan lupusnya," tegasnya.

Dengan pengobatan yang tepat, gaya hidup sehat, dukungan sosial yang kuat, dan pemahaman yang benar mengenai penyakit ini, pasien lupus dapat memiliki harapan hidup yang tinggi dan menjalani kehidupan yang berkualitas, termasuk merencanakan kehamilan dan melahirkan anak yang sehat.