Tawuran Siswa SD di Depok: Diduga Imbas Lingkungan Pergaulan yang Kurang Kondusif
Tawuran Siswa SD di Depok: Fenomena Pengaruh Lingkungan
Aksi tawuran yang melibatkan siswa Sekolah Dasar (SD) di Cilangkap, Tapos, Depok, menjadi perhatian serius. Insiden yang terjadi pada Sabtu, 10 Mei 2025, ini membuka diskusi tentang faktor-faktor yang mendorong anak-anak usia sekolah dasar terlibat dalam tindakan kekerasan.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, menyoroti kemungkinan pengaruh negatif dari lingkungan pergaulan yang lebih dewasa. Ia menduga, siswa SMP dan SMA yang kerap terlibat dalam perkelahian atau tindakan agresif dapat menjadi contoh buruk bagi anak-anak SD. Perilaku tersebut, menurutnya, dapat dilihat sebagai sesuatu yang "keren" atau "gagah" oleh anak-anak yang masih dalam tahap pencarian identitas.
"Ada semacam stimulasi yang merangsang mereka untuk meniru. Mungkin mereka melihatnya sebagai sesuatu yang hebat," ujar Seto Mulyadi, pada Selasa, 13 Mei 2025.
Lebih lanjut, Kak Seto, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa anak-anak yang terlibat tawuran mungkin merasa kurang mendapatkan wadah untuk mengekspresikan diri dan menunjukkan kebanggaan atas kemampuan yang mereka miliki. Potensi anak-anak dalam bidang seni, olahraga, atau keterampilan lainnya seringkali kurang mendapat apresiasi yang memadai dari pihak sekolah maupun keluarga. Akibatnya, mereka mencari cara lain untuk menarik perhatian, termasuk melalui tindakan negatif seperti tawuran.
"Penting untuk memberikan kesempatan kepada setiap anak sesuai dengan potensi dan minatnya. Dengan begitu, mereka dapat membangun konsep diri yang positif," imbuhnya.
Kronologi dan Penanganan
Peristiwa tawuran di Depok tersebut melibatkan siswa dari dua SD yang berbeda di wilayah Cilangkap, Tapos. Diduga, aksi tersebut telah direncanakan melalui media sosial, meskipun motif pasti di balik tawuran tersebut belum diketahui secara jelas.
Beberapa siswa dilaporkan membawa penggaris besi panjang dan bersiap untuk saling menyerang. Untungnya, tidak ada korban luka dalam insiden ini. Warga sekitar, termasuk penjaga sekolah dan penjaga makam, dengan sigap turun tangan untuk melerai tawuran sebelum situasi semakin memburuk.
Faktor-faktor yang mungkin memicu tawuran:
- Pengaruh negatif dari kakak kelas SMP dan SMA.
- Kurangnya wadah untuk mengekspresikan diri dan menunjukkan prestasi.
- Pencarian identitas dan pengakuan diri.
- Pengaruh media sosial.
- Kurangnya pengawasan dari orang tua dan pihak sekolah.
Kejadian ini menjadi pengingat bagi semua pihak, terutama orang tua, guru, dan masyarakat, untuk lebih memperhatikan perkembangan anak-anak dan memberikan lingkungan yang positif serta mendukung. Peran aktif dalam membimbing dan mengarahkan anak-anak sangat penting untuk mencegah mereka terjerumus dalam perilaku negatif dan kekerasan.