Neurosains Ungkap Rahasia Ketentraman Spiritual Melalui Gerakan Sujud
Neurosains Ungkap Rahasia Ketentraman Spiritual Melalui Gerakan Sujud
Gerakan sujud dalam ibadah salat, ternyata menyimpan rahasia ilmiah yang mampu memberikan ketentraman jiwa. Hal ini diungkapkan oleh Prof. Taruna Ikrar, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang juga seorang peneliti neurosains, dalam sebuah ceramah di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2025). Prof. Ikrar menjelaskan bahwa fenomena ketentraman hati pasca salat bukanlah sekadar perasaan religius, melainkan juga didukung oleh mekanisme fisiologis yang kompleks dalam sistem saraf manusia.
Penjelasan ilmiah ini berangkat dari dua sistem saraf utama dalam tubuh manusia: sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Sistem saraf simpatik, yang umumnya aktif saat tubuh dalam kondisi stres atau waspada, menyebabkan kontraksi pembuluh darah. Sebaliknya, sistem saraf parasimpatik berperan dalam relaksasi dan menenangkan tubuh. Prof. Ikrar menekankan pentingnya keseimbangan antara kedua sistem ini untuk mencapai kondisi mental yang tenang dan damai. Sujud, menurutnya, berperan sebagai pemicu keseimbangan tersebut.
Lebih lanjut, Prof. Ikrar menjelaskan bahwa otak manusia terdiri dari triliunan sel saraf yang memiliki fungsi beragam. Beberapa sel saraf mendorong ambisi dan aktivitas, sementara yang lain berperan dalam menjaga keseimbangan dan ketenangan. Gerakan sujud, dengan posisinya yang unik, dinilai mampu memicu keseimbangan optimal antara sel-sel saraf tersebut. Posisi sujud, di mana kepala berada di posisi lebih rendah daripada jantung, memungkinkan aliran darah dan oksigen mencapai otak dengan lebih efektif berkat bantuan gravitasi. Hal ini, menurut penelitian yang telah dilakukan di laboratorium dan rumah sakit jiwa, terbukti mampu mengurangi rasa sakit dan meningkatkan keseimbangan neurotransmitter di otak.
Hasil riset tersebut menunjukkan korelasi antara praktik salat yang khusyuk dengan penurunan tingkat stres dan rasa sakit. Prof. Ikrar menjelaskan bahwa kekurangan aliran darah dan oksigen ke area-area tertentu di otak akibat kurangnya gerakan sujud dapat menyebabkan berbagai ketidaknyamanan. Sujud, dengan posisi kepala di bawah jantung, memastikan aliran darah optimal ke otak, sehingga berkontribusi pada keseimbangan neurotransmitter dan pada akhirnya menciptakan rasa tenang dan damai. Kesimpulannya, ketentraman yang dirasakan setelah melakukan sujud bukan hanya perasaan spiritual semata, tetapi juga didukung oleh mekanisme fisiologis yang kompleks dan telah dibuktikan secara ilmiah.
Lebih dari sekadar ritual keagamaan, sujud sekaligus menjadi latihan fisik yang bermanfaat bagi kesehatan mental dan fisik. Keseimbangan hormonal yang tercipta melalui proses ini berkontribusi pada terciptanya rasa nyaman dan kedamaian batin.
Catatan: Perlu diingat bahwa penelitian ini fokus pada aspek fisiologis sujud dan tidak sepenuhnya membahas aspek spiritualnya. Pengalaman spiritual individu dapat bervariasi.