Polemik Bantuan Hari Raya, Asosiasi Ojol Tanggapi Permintaan Maaf Pemerintah
Respons Asosiasi Ojek Online Terhadap Permintaan Maaf Kemenaker RI
Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia memberikan tanggapan terkait permintaan maaf yang disampaikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker RI) kepada para pengemudi mitra di seluruh Indonesia. Permintaan maaf ini muncul sebagai akibat dari implementasi Bantuan Hari Raya (BHR) yang dinilai belum mencapai hasil yang diharapkan.
Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, berpendapat bahwa Kemenaker sebenarnya tidak perlu meminta maaf atas permasalahan yang muncul terkait program BHR. Menurutnya, tanggung jawab penuh atas bantuan tersebut seharusnya berada di tangan perusahaan aplikasi.
"Seharusnya pihak perusahaan aplikasi yang meminta maaf, bukan pemerintah. Karena BHR ini sebenarnya masih di luar wewenang regulasi Kemenaker," tegas Igun kepada awak media, Selasa (13/5).
Lebih lanjut, Igun menyoroti adanya oknum dari kelompok-kelompok yang memiliki afiliasi dengan perusahaan aplikasi. Ia menyebut kelompok ini sebagai "kelompok binaan aplikator" yang dianggap telah memperkeruh suasana terkait BHR dengan membela kepentingan perusahaan aplikasi dan kelompoknya sendiri.
Menurut Igun, pihaknya dan mayoritas pengemudi ojol di Indonesia tidak pernah menjadikan BHR sebagai tuntutan utama. Bantuan tersebut, menurutnya, hanya dianggap sebagai bonus tambahan. Tuntutan utama yang menjadi prioritas para pengemudi adalah penurunan persentase potongan aplikasi dari 30 persen menjadi 10 persen.
"Kami Garda mendukung langkah persuasif Kemenaker yang sudah berupaya menyerap aspirasi dari kelompok manapun dengan bijak dan bertanggung jawab agar ojol bisa mendapatkan hak dan keadilan walaupun belum optimal," ungkapnya.
Latar Belakang Permintaan Maaf Pemerintah
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker RI), Yassierli, secara terbuka menyampaikan permintaan maaf kepada para pengemudi ojek online (ojol) di Indonesia. Hal ini terkait dengan pelaksanaan Bantuan Hari Raya (BHR) pada momen Lebaran lalu yang belum berjalan optimal.
Yassierli menjelaskan bahwa perumusan kebijakan BHR dilakukan dengan tergesa-gesa karena waktu yang sangat terbatas. Namun, ia berjanji akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut.
"Saya juga mohon maaf kalau BHR kemarin saya dan Pak Wamen itu belum optimal, tapi dari awal saya sudah sampaikan kita harus maju," ujar Yassierli di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Yassierli menambahkan bahwa pemerintah juga mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan transportasi online. Menurutnya, peluang untuk mencairkan BHR akan semakin kecil jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan dan membuat kebijakan.
Fokus Tuntutan Pengemudi Ojol
Permasalahan BHR ini mencuat di tengah berbagai tuntutan lain yang diajukan oleh para pengemudi ojol. Selain penurunan potongan aplikasi, isu lain yang sering disuarakan adalah mengenai tarif yang dianggap tidak sesuai dengan biaya operasional, serta jaminan sosial dan keselamatan kerja.
Pemerintah diharapkan dapat terus menjalin dialog dengan berbagai pihak terkait, termasuk perusahaan aplikasi, asosiasi pengemudi, dan pakar transportasi, untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh pihak.