Indonesia Berduka: Eddie Nalapraya, Sang Legenda Pencak Silat, Tutup Usia

Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya, Mayjen TNI (Purn) Eddie Mardjoeki Nalapraya, yang menghembuskan napas terakhirnya pada Selasa (13/5/2025) di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Pria yang dikenal sebagai tokoh sentral dalam dunia pencak silat dan mantan Wakil Gubernur Jakarta periode 1984-1987 ini, meninggal dunia pada usia 93 tahun.

Kabar duka ini dikonfirmasi oleh Staf Khusus Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik, Chico Hakim. Jenazah almarhum disemayamkan di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

Kepergian Eddie Nalapraya meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia, terutama bagi komunitas pencak silat. Beliau adalah sosok penting di balik pengakuan pencak silat sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada tahun 2019. Dedikasinya dalam memperkenalkan dan mengembangkan pencak silat di kancah internasional tak ternilai harganya.

Perjalanan Eddie Nalapraya di dunia pencak silat dimulai sejak tahun 1978, ketika ia menjabat sebagai Ketua Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) DKI Jakarta. Visi dan semangatnya untuk memajukan pencak silat mendorongnya untuk mendirikan Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa (PERSILAT) pada tahun 1980. Organisasi ini menjadi wadah penting dalam memperkenalkan seni bela diri asli Indonesia ini ke berbagai penjuru dunia. Selama 22 tahun, dari tahun 1981 hingga 2003, Eddie Nalapraya memimpin PB IPSI. Di bawah kepemimpinannya, pencak silat berhasil dipertandingkan sebagai cabang olahraga resmi dalam SEA Games 1987. Selain itu, beliau juga memprakarsai kejuaraan pencak silat di Eropa pada tahun 2008, yang kemudian mengantarkannya pada gelar "Bapak Pencak Silat Eropa" di Swiss. Pengakuan atas kontribusinya tidak berhenti di situ. Bahkan, saat kunjungan Presiden Spanyol ke Indonesia, Eddie Nalapraya disebut sebagai "Bapak Pencak Silat Dunia".

Namun, sebelum dikenal sebagai tokoh pencak silat, Eddie Nalapraya adalah seorang pejuang kemerdekaan dan prajurit yang gagah berani. Ia mengawali karier militernya pada usia 16 tahun dengan bergabung dalam Detasemen Garuda Putih saat Agresi Militer Belanda I. Keberanian dan kecerdikannya dalam melawan penjajah membuatnya disegani. Salah satu kisah heroiknya yang terkenal adalah aksinya menanam bom batok yang disamarkan sebagai kotoran kerbau atau sapi untuk mengecoh musuh. Kegigihannya dalam membela negara membawanya meraih pangkat sersan pada tahun 1950, hingga akhirnya mencapai pangkat mayor jenderal di usia 80 tahun. Pada tahun 1960, Eddie juga turut serta dalam pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dikirim ke Kongo.

Riwayat pendidikan militernya juga mencerminkan dedikasinya untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Ia menyelesaikan pendidikan dasar di Tasikmalaya, kemudian melanjutkan ke Sekolah Bintara Administrasi di Surabaya (1951), Sekolah Bintara Atas di Bandung (1955), dan Sekolah Perwira di Bandung (1957). Selain itu, ia juga mengikuti Security Course di Jepang (1962), serta Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Amerika Serikat (1972).

Eddie Nalapraya adalah sosok yang lengkap: seorang tentara, pejuang kemerdekaan, negarawan, dan tokoh pencak silat yang legendaris. Kepergiannya adalah kehilangan besar bagi Indonesia. Jasa-jasanya akan selalu dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus.