Antisipasi Kemarau, GAPKI Perkuat Standar Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengambil langkah proaktif dalam menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjelang musim kemarau. Sebanyak 752 perusahaan anggota GAPKI telah berkomitmen untuk menerapkan standar yang lebih ketat dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla.
Inisiatif ini merupakan respons terhadap imbauan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menekankan pentingnya kesiapsiagaan sektor perkebunan kelapa sawit dalam menghadapi ancaman karhutla. Sekretaris Jenderal GAPKI, M. Hadi Sugeng, menegaskan bahwa penanganan karhutla membutuhkan sinergi dari berbagai pihak.
"Kami menyadari bahwa pencegahan dan penanggulangan karhutla adalah tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, GAPKI berupaya merangkul seluruh pemangku kepentingan di industri kelapa sawit, termasuk perusahaan yang belum menjadi anggota, untuk berkolaborasi dalam upaya pencegahan," ujar Hadi.
Langkah-langkah pencegahan yang diterapkan GAPKI meliputi:
- Pendekatan Berbasis Lanskap: GAPKI menginisiasi pendekatan berbasis lanskap yang melibatkan perusahaan kelapa sawit, pemerintah daerah, dan Masyarakat Peduli Api (MPA) dalam upaya pencegahan karhutla.
- Standardisasi Sumber Daya Manusia: Perusahaan-perusahaan anggota GAPKI secara aktif meningkatkan kompetensi sumber daya manusia melalui pelatihan dan sertifikasi khusus terkait pencegahan dan penanggulangan karhutla.
- Peningkatan Sarana dan Prasarana: GAPKI memastikan bahwa perusahaan anggotanya memiliki sarana dan prasarana yang memadai dan terawat dengan baik untuk menghadapi potensi karhutla.
- Modifikasi Cuaca: GAPKI mendukung upaya modifikasi cuaca untuk mengurangi risiko kekeringan dan potensi kebakaran.
- Pemetaan Area Rawan: Perusahaan-perusahaan anggota GAPKI melakukan pemetaan area rawan titik api dan memastikan ketersediaan sumber air yang cukup di wilayah tersebut.
- Pemanfaatan Teknologi Drone: GAPKI mendorong pemanfaatan teknologi drone untuk pemantauan dan deteksi dini kebakaran lahan dengan jangkauan yang luas.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan bahwa berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), terdapat delapan provinsi di Indonesia yang berpotensi tinggi mengalami kebakaran lahan, yaitu Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Riau. Kondisi ini menjadi perhatian khusus karena lahan-lahan tersebut seringkali berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit.
KLH telah berkoordinasi dengan GAPKI dalam kegiatan Konsolidasi Kesiapan Personil dan Peralatan Pengendalian Kebakaran Lahan di Provinsi Riau. Hanif menekankan pentingnya kolaborasi antara pemangku kepentingan mengingat luasnya lahan perkebunan sawit di Riau yang mencapai lebih dari 4 juta hektare.
"Kami menghimbau perusahaan-perusahaan sawit untuk bergabung dengan GAPKI agar memudahkan koordinasi dan penanganan kebakaran lahan," kata Hanif.
Sebelumnya, Hanif menjelaskan bahwa faktor-faktor penyebab kebakaran lahan meliputi pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan di wilayah hutan, konflik lahan, aktivitas ilegal, kondisi lahan gambut yang mudah terbakar saat musim kemarau, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan, serta respons dan partisipasi yang rendah dalam penanganan kebakaran di tingkat tapak akibat keterbatasan sumber daya manusia, peralatan, akses, ketersediaan air, dan pendanaan.