Pengamat: Dedi Mulyadi Ubah Peta Politik Nasional, Tak Sekadar 'Jokowi dari Sunda'

Fenomena Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, menarik perhatian para pengamat politik. Sosoknya kerap dibandingkan dengan Presiden Joko Widodo, bahkan muncul julukan "Jokowinya Sunda". Namun, Burhanuddin Muhtadi, seorang pengamat politik, melihat perbedaan signifikan yang membuat Dedi Mulyadi lebih dari sekadar replika Jokowi.

Burhanuddin dalam sebuah diskusi menyampaikan, penyamaan langsung antara Dedi Mulyadi dan Jokowi adalah simplifikasi yang kurang tepat. Ia menyoroti kemampuan komunikasi Dedi Mulyadi yang jauh lebih terbuka dan artikulatif. Dedi Mulyadi tidak ragu berdebat dan berdialog langsung dengan masyarakat untuk mencari solusi, sebuah pendekatan yang kontras dengan gaya Jokowi yang cenderung tenang dan minim komentar.

"Kemampuan Kang Dedi dalam berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan masyarakat menjadi pembeda utama," ujar Burhanuddin.

Burhanuddin mencontohkan keberanian Dedi Mulyadi saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Purwakarta. Saat itu, Dedi Mulyadi tanpa ragu menemui para demonstran buruh, sebuah tindakan yang dihindari oleh rekan-rekannya. Justru dari debat sengit itu, popularitas Dedi Mulyadi melesat karena keberaniannya berdialog dengan pihak yang berseberangan.

Perbedaan latar belakang juga menjadi faktor penting. Jokowi berasal dari dunia Mapala, sedangkan Dedi Mulyadi tumbuh sebagai aktivis kampus, aktif di HMI dan berbagai organisasi kepemudaan. Pengalaman aktivisme ini membentuk karakter dan gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi.

Lebih jauh, Burhanuddin menekankan bahwa Dedi Mulyadi telah berhasil mendobrak dominasi politik nasional yang selama ini terpusat di Jakarta. Selama ini, popularitas tokoh-tokoh politik daerah seringkali dipengaruhi oleh sorotan media dan pusat kekuasaan di Jakarta. Namun, Dedi Mulyadi membuktikan bahwa popularitas bisa dibangun langsung dari daerah, khususnya Jawa Barat.

"Dedi Mulyadi membalikkan tren. Ia menunjukkan bahwa tokoh daerah bisa menjadi pusat perhatian nasional tanpa harus bergantung pada Jakarta," kata Burhanuddin.

Selain itu, Dedi Mulyadi juga menantang dominasi etnis Jawa dalam panggung politik nasional. Selama ini, tokoh-tokoh nasional yang menonjol umumnya berasal dari etnis Jawa. Kehadiran Dedi Mulyadi, seorang putra Sunda, membuktikan bahwa tokoh dari etnis lain juga memiliki peluang yang sama untuk meraih posisi strategis.

"Biasanya, kepala daerah yang populer memiliki latar belakang etnis Jawa. Dedi Mulyadi menunjukkan bahwa tokoh Sunda juga bisa bersinar di tingkat nasional," imbuh Burhanuddin.

Dengan gaya kepemimpinan yang khas, latar belakang aktivis yang kuat, dan keberanian mendobrak batasan-batasan tradisional dalam politik nasional, Dedi Mulyadi dinilai Burhanuddin sebagai salah satu kepala daerah paling populer di Indonesia saat ini. Popularitasnya tidak hanya terbatas di Jawa Barat, tetapi telah meluas ke seluruh Indonesia.