Penginapan Ilegal Ancam PAD Yogyakarta di Tengah Lonjakan Wisatawan
Yogyakarta, sebuah kota yang kaya akan budaya dan sejarah, kini menghadapi tantangan baru dalam industri pariwisatanya. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai maraknya penginapan ilegal yang berpotensi merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Lonjakan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, diperkirakan akan terjadi pada periode Juli hingga September, namun tren menginap di penginapan tidak berizin semakin mengkhawatirkan.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan bahwa pemesanan dari wisatawan mancanegara sudah mulai terlihat untuk periode mendatang. Namun, aksesibilitas menuju Yogyakarta masih menjadi kendala, dengan penerbangan langsung yang terbatas dari Singapura dan Malaysia. Wisatawan asing, terutama backpacker, cenderung memilih opsi akomodasi yang lebih terjangkau seperti homestay, vila, dan kamar kos yang tidak berizin. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena penginapan-penginapan tersebut tidak dikenakan pajak, sehingga berpotensi mengurangi PAD.
Menurut Deddy, situasi ini mirip dengan yang terjadi di Bali, di mana meskipun jumlah wisatawan meningkat, hotel-hotel resmi mengalami sepi pengunjung. Ia menekankan pentingnya regulasi yang ketat untuk mengatur penginapan dan mencegah kebocoran PAD. Wisatawan domestik pun memiliki kecenderungan yang sama, memilih penginapan murah tanpa izin saat berlibur di Yogyakarta.
Fenomena ini menuntut perhatian serius dari pemerintah daerah. Regulasi yang jelas dan penegakan hukum yang konsisten diperlukan untuk memastikan bahwa semua penginapan beroperasi sesuai dengan aturan yang berlaku dan memberikan kontribusi yang adil kepada PAD. Jika tidak, Yogyakarta berisiko kehilangan potensi pendapatan yang signifikan dan merugikan industri perhotelan yang sah.