Apindo Soroti Regulasi Kesehatan: Ancam Industri Padat Karya dan PHK Massal
Apindo Desak Pemerintah Lakukan Deregulasi untuk Selamatkan Industri Padat Karya
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait dampak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan terhadap keberlangsungan industri padat karya, khususnya sektor hasil tembakau, makanan, dan minuman. Apindo menilai regulasi tersebut berpotensi memperberat beban industri di tengah upaya pemulihan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menegaskan perlunya deregulasi yang nyata dari pemerintah untuk melindungi industri-industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Ia menyoroti kebijakan yang dinilai berlebihan dan kontraproduktif, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Industri tembakau dan makanan minuman adalah sektor padat karya yang memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja. Kami meminta pemerintah untuk melakukan deregulasi, bukan malah menambah regulasi, karena saat ini kita menghadapi tantangan ekonomi dan risiko PHK," ujar Bob Azam.
Menurutnya, pemerintah perlu memberikan relaksasi untuk mendorong aktivitas ekonomi domestik, terutama mengingat pasar ekspor yang saat ini kurang dapat diandalkan. Semangat deregulasi ini, menurutnya, selaras dengan arahan Presiden.
Bob Azam mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan, agar tidak menimbulkan efek domino yang merugikan. Regulasi yang terlalu ketat dapat berdampak negatif secara luas, tidak hanya pada industri, tetapi juga pada berbagai aspek kehidupan lainnya.
Apindo berharap pemerintah dapat melanjutkan dan menerapkan kebijakan relaksasi secara terukur. Relaksasi dianggap penting karena pemerintah sedang menghadapi tekanan fiskal akibat penurunan penerimaan negara. Namun, jika relaksasi dilakukan secara tepat, diharapkan dapat membalikkan tren ekonomi dan meningkatkan pendapatan negara.
Lebih lanjut, Apindo menekankan perlunya penelitian mendalam mengenai elastisitas relaksasi pada sektor-sektor tertentu, seperti industri tembakau dan makanan minuman. Dengan memahami hal ini, pemerintah dapat menerapkan relaksasi secara bertahap, dimulai dari industri yang memberikan dampak positif paling cepat, diikuti oleh industri lainnya.
Serikat Pekerja Soroti Perlindungan Pekerja Industri Padat Karya
Sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) juga telah menyampaikan aspirasinya agar pemerintah melindungi para pekerja di industri padat karya guna memperkuat daya tahan ekonomi nasional di tengah tantangan global, termasuk perang dagang.
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, menegaskan bahwa pekerja dan pengusaha memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan dan pembelaan, sesuai dengan prinsip Hubungan Industrial Pancasila. Ia menyoroti peran penting industri padat karya, seperti industri hasil tembakau dan makanan minuman, dalam pembangunan Indonesia.
Sudarto menyoroti pasal-pasal dalam PP 28/2024 yang dianggap bermasalah, seperti larangan zonasi 200 meter untuk penjualan produk tembakau, pengaturan Gula, Garam, Lemak (GGL), serta wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024. FSP RTMM-SPSI meminta pasal-pasal terkait tembakau dan makanan minuman dibatalkan dari PP 28/2024.
"Regulasi-regulasi tersebut akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap keberlangsungan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara," tegas Sudarto.
FSP RTMM-SPSI juga menyerukan kepada pemerintah untuk memberikan ruang dialog yang setara kepada perwakilan pekerja, seperti FSP RTMM-SPSI yang beranggotakan 250.347 orang pekerja, dalam proses pengambilan kebijakan demi terciptanya keadilan.