Harmoni Waisak di Kampung Buddha Ponorogo: Tradisi Saling Memaafkan Merajut Kebersamaan Antar Umat Beragama
Di sebuah dusun yang tenang di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, tersembunyi sebuah permata keberagaman bernama Dusun Sodong. Dikenal sebagai Kampung Buddha, dusun ini menjadi rumah bagi mayoritas penduduk yang memeluk agama Buddha, menciptakan lanskap spiritual yang unik dan harmonis.
Peringatan Hari Raya Waisak 2025 di Dusun Sodong menjadi momen istimewa yang memancarkan semangat persaudaraan dan toleransi. Ratusan umat Buddha berkumpul di Vihara Dharma Dwipa, larut dalam khidmatnya upacara keagamaan. Namun, Waisak di kampung ini tidak hanya tentang ritual dan doa; ia juga tentang merajut kembali tali persaudaraan dan membersihkan hati dari segala prasangka.
Seusai ibadah, suasana haru menyelimuti pelataran vihara. Lebih dari 150 umat Buddha saling berangkulan, mengucapkan kata maaf dengan tulus dari lubuk hati. Bagi mereka, momen ini adalah kesempatan emas untuk memulai lembaran baru, membuang jauh kebencian dan dendam yang mungkin tersimpan.
"Kami saling memaafkan. Momentum yang ditunggu adalah saling bisa memaafkan dari hati ke hati, kembali menjadi diri yang baru tanpa adanya benci," ungkap Sukarti, seorang warga yang dengan khusyuk mengikuti rangkaian ibadah Waisak. Baginya, Waisak bukan sekadar perayaan, tetapi juga proses pembersihan diri dan penyegaran spiritual.
Namun, keindahan Waisak di Dusun Sodong tidak berhenti di situ. Lebih dari sekadar ritual internal umat Buddha, perayaan ini juga menjadi jembatan untuk mempererat hubungan dengan masyarakat lintas agama. Dengan penuh kehangatan, umat Buddha saling bermaaf-maafan dengan saudara-saudara mereka yang berbeda keyakinan.
"Tidak hanya antar-umat Buddha, tapi juga dengan saudara-saudara lain yang berbeda agama. Kami saling memaafkan dan menyatukan hati," lanjut Sukarti, menggambarkan indahnya harmoni yang terjalin di Kampung Buddha.
Kepala Vihara Dharma Dwipa Sodong, Suwandi, menjelaskan bahwa perayaan Waisak tahun ini tidak hanya diisi dengan peribadatan di vihara, tetapi juga dengan berbagai kegiatan sosial yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat. Kerja bakti membersihkan lingkungan, bakti sosial memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, dan berbagai kegiatan kemasyarakatan lainnya menjadi bagian tak terpisahkan dari semangat Waisak di Dusun Sodong.
Puncak perayaan Waisak 2025 jatuh pada Senin malam, 12 Mei 2025, ditandai dengan detik-detik Waisak yang penuh khidmat. Keesokan harinya, umat Buddha Dusun Sodong melaksanakan serangkaian kegiatan yang sarat makna, mulai dari sungkeman kepada orang tua dan tokoh masyarakat, hingga pelepasan satwa sebagai simbol pembebasan dan perbuatan baik.
"Puncaknya detik-detik Waisak Senin, 12 Mei 2025 malam kemarin. Hari ini sungkeman, pelepasan satwa, dan anjangsana Muslim maupun Buddha," kata Suwandi.
Pelepasan burung perkutut dari halaman vihara menjadi simbol yang kuat tentang ajaran Buddha mengenai kasih sayang terhadap semua makhluk hidup. Suwandi menjelaskan bahwa tindakan ini adalah wujud nyata dari komitmen umat Buddha untuk terus berbuat baik, tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada alam dan seluruh isinya.
"Ini adalah puncak Waisak, kami ingin mempertegas komitmen untuk terus berbuat baik. Tidak hanya kepada manusia tetapi juga kepada alam dan seluruh isinya," pungkas Suwandi, menutup rangkaian perayaan Waisak dengan pesan yang mendalam.
Waisak di Kampung Buddha Ponorogo bukan sekadar perayaan keagamaan; ia adalah perwujudan nyata dari harmoni, toleransi, dan semangat kebersamaan yang mampu merajut perbedaan menjadi kekuatan. Kisah dari dusun kecil ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah keberagaman yang ada.