Polemik Wisuda Ala Perguruan Tinggi di SMK CBM Purwokerto: Tradisi Sekolah atau Pelanggaran Etika Pendidikan?
Wisuda SMK CBM Purwokerto dalam Sorotan: Antara Penghargaan dan Kontroversi
Prosesi wisuda siswa kelas XII Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) CBM Purwokerto menuai perdebatan hangat di kalangan masyarakat dan pengamat pendidikan. Pasalnya, seremoni yang dihelat pada Kamis, 8 Mei 2025, tersebut menampilkan para siswa dan guru yang mengenakan toga lengkap, layaknya wisuda di perguruan tinggi. Visualisasi ini memicu pertanyaan tentang relevansi dan kesesuaian tradisi tersebut dengan jenjang pendidikan menengah kejuruan.
Acara wisuda yang diikuti oleh 326 siswa ini, menurut pihak sekolah, merupakan wujud penghormatan dan apresiasi kepada siswa, guru, serta orang tua atas dedikasi dan kerja keras selama menempuh pendidikan. Kepala SMK CBM, Prisillia Mutiara Sari, menegaskan bahwa penggunaan atribut wisuda seperti toga tidak diatur secara hukum dan merupakan simbol yang bermakna bagi mereka. Tradisi ini, lanjutnya, telah diimplementasikan sejak tahun 2013 dan menjadi agenda rutin tahunan sekolah yang diketahui oleh seluruh siswa dan orang tua.
Pembelaan Sekolah dan Tanggapan Dinas Pendidikan
Prisillia menjelaskan bahwa biaya wisuda sebesar Rp 600.000,- per siswa mencakup dua kegiatan, yaitu acara perpisahan yang diinisiasi oleh siswa sendiri dan prosesi wisuda formal. Pihak sekolah memberikan opsi pembayaran secara mengangsur untuk meringankan beban orang tua. Meskipun demikian, kontroversi tetap bergulir, terutama terkait latar belakang pendidikan kepala sekolah yang dinilai sebagian pihak tidak relevan dengan jabatannya.
Menanggapi polemik ini, Kepala Seksi SMA dan SLB Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X Jawa Tengah, Dwi Sucipto, menjelaskan bahwa larangan penyelenggaraan wisuda yang berpotensi menimbulkan pungutan hanya berlaku bagi sekolah negeri. Untuk sekolah swasta, kewenangan berada di tangan yayasan pengelola. Dwi menambahkan bahwa Dinas Pendidikan akan memproses aduan terkait pungutan di sekolah swasta dan memastikan pengembalian dana jika terbukti ada pelanggaran.
Evaluasi dan Prospek Pendidikan di SMK CBM
SMK CBM, yang berada di bawah naungan Yayasan Citra Bangsa Indonesia Mandiri, telah berdiri sejak tahun 2010 dan memiliki lebih dari seribu siswa dari berbagai daerah. Sekolah ini menawarkan enam jurusan, termasuk asisten keperawatan, farmasi klinis, bisnis digital, kuliner, dan perhotelan. Terlepas dari kontroversi wisuda, SMK CBM berupaya untuk terus meningkatkan mutu pendidikan dan pelayanan kepada siswa. Pihak sekolah menyatakan akan mempertimbangkan saran dan kritik dari masyarakat serta melakukan evaluasi terhadap kegiatan wisuda di masa mendatang.
Prisillia, meskipun menyadari adanya pro dan kontra, tetap berpegang pada prinsip bahwa pendidikan harus adaptif dan responsif terhadap perkembangan zaman. Ia berharap SMK CBM dapat terus berkontribusi dalam menghasilkan lulusan yang kompeten dan siap bersaing di dunia kerja.
Sorotan pada Sosok Kepala Sekolah dan Kebijakan Pendidikan
Latar belakang pendidikan Prisillia yang merupakan lulusan Matematika dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto dan kemudian melanjutkan pendidikan pedagogik di Universitas Terbuka (UT) menjadi perbincangan. Meskipun tidak menyelesaikan studinya di UT karena mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG), Prisillia memiliki sertifikasi Diklat Calon Kepala Sekolah (CKS) dan Guru Penggerak. Hal ini menunjukkan komitmennya terhadap pengembangan profesionalisme di bidang pendidikan.
Kontroversi wisuda di SMK CBM Purwokerto menjadi refleksi atas dinamika dan tantangan dalam dunia pendidikan Indonesia. Perlu adanya dialog yang konstruktif antara pihak sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang tepat dan relevan dengan kebutuhan siswa dan perkembangan zaman. Prosesi wisuda, sebagai bagian dari tradisi pendidikan, harus dimaknai sebagai momen refleksi dan apresiasi, bukan sekadar formalitas yang membebani siswa dan orang tua.