Fenomena Pernikahan Unik di Madura: Dua Wanita Bergaun Pengantin di Pelaminan, Tradisi atau Sensasi?

Sebuah video pernikahan yang menampilkan dua wanita bergaun pengantin di pelaminan telah menjadi viral di media sosial, memicu perdebatan dan kebingungan di kalangan warganet. Momen resepsi yang diunggah oleh sebuah jasa rias pengantin dan dekorasi pernikahan di Sumenep, Madura, Jawa Timur ini memperlihatkan pemandangan yang tidak lazim, di mana pengantin pria diapit oleh dua wanita yang mengenakan busana pengantin lengkap.

Dalam video yang beredar, kedua wanita tersebut tampak mengenakan gaun pengantin yang identik, lengkap dengan riasan kepala dan rangkaian melati. Pengantin pria terlihat menggandeng kedua wanita tersebut, sementara dua anak perempuan kecil berdiri di dekat mereka. Kehadiran dua wanita bergaun pengantin di pelaminan yang sama sontak menimbulkan berbagai pertanyaan dan spekulasi di kalangan warganet. Banyak yang bertanya-tanya apakah pengantin pria memiliki dua istri, atau apakah ada tradisi khusus yang melatarbelakangi fenomena ini.

Namun, misteri ini akhirnya terpecahkan melalui klarifikasi dari pihak terkait. Menurut pemilik jasa rias pengantin dan dekorasi pernikahan, Ayu Gusty Fibriliyana, kehadiran dua wanita bergaun pengantin di pelaminan merupakan bagian dari tradisi lokal yang disebut "pengantin dodotan." Dalam tradisi ini, adik atau kerabat dekat pengantin pria akan didandani dan dipakaikan busana yang mirip dengan pengantin wanita sebagai bentuk penghormatan dan pengiring. Ayu menjelaskan bahwa pihak keluarga pengantin pria memang menginginkan agar adik perempuannya didandani semirip mungkin dengan pengantin wanita, meskipun ia telah berusaha untuk memberikan sentuhan yang berbeda agar tidak sepenuhnya identik.

Tradisi pengantin dodotan ini ternyata sudah menjadi hal yang lumrah di beberapa daerah di Sumenep. Namun, fenomena ini tetap menarik perhatian dan menimbulkan perdebatan di kalangan warganet. Beberapa warganet mengkritik tradisi ini karena dianggap dapat mengurangi momen istimewa bagi pengantin wanita. Mereka berpendapat bahwa penggunaan melati dan riasan yang sama dengan pengantin wanita dapat menimbulkan kebingungan dan mengurangi keunikan momen pernikahan. Sementara itu, sebagian warganet lainnya justru mendukung tradisi ini sebagai bagian dari kekayaan budaya lokal yang perlu dilestarikan.

Pernikahan yang unik ini sendiri merupakan pernikahan antara Nurul, warga Kalimook, dan Acik, warga Tanamerah. Acara ngunduh mantu (pesta resepsi di pihak pria) diselenggarakan pada tanggal 17 April 2025 di kediaman pengantin pria, sehari setelah akad nikah yang berlangsung di rumah pengantin wanita. Konsep pernikahan mengusung gaya Solo putri berhijab dengan sentuhan modifikasi, termasuk penggunaan melati di dada untuk menutupi aurat. Selain itu, terdapat pula prosesi naik kuda tradisional Sumenep dengan pakaian dodotan. Ayu mengaku bahwa ia sebenarnya memahami pakem (aturan) tradisional, namun tetap berusaha untuk melakukan modifikasi agar sesuai dengan keinginan klien dan tetap menghormati nilai-nilai budaya yang ada.

Berikut adalah beberapa komentar warganet:

  • "Itu yg cewek dapat duda 3 anak cewek Tah??"
  • "Kok mau sih si istrinya disamain kaya gtu..padahal ini momen loh," ujar akun @Dewi ?.
  • "Bukannya melati itu cuma untuk manten? knp tuh adikknya pake melati jg si? gamau kalah bgt, ini tu jg momen yg plg ditunggu kedua mempelai," ucap pengguna TikTok @aerichandesu.
  • "Kenapa riasan nya harus di sama kan dengan pengantin," bingung akun @FadiLLah.

Peristiwa ini memicu diskusi tentang tradisi, modernitas, dan bagaimana kita menyeimbangkan keduanya dalam perayaan pernikahan. Apakah tradisi pengantin dodotan ini akan terus dilestarikan, ataukah akan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman? Waktu yang akan menjawab.