Demam Olahraga Lari dan Gym Melanda Generasi Muda Semarang: Tren Sesaat atau Investasi Kesehatan?
Gaya Hidup Sehat Jadi Magnet Olahraga Lari dan Gym di Kalangan Anak Muda Semarang
Semarang menjadi saksi bagaimana olahraga lari dan gym kian populer di kalangan generasi muda. Bukan sekadar ikut-ikutan tren (FOMO), banyak yang menjadikan aktivitas fisik ini sebagai bagian dari gaya hidup sehat dan investasi jangka panjang.
Sarah Abigail (25), seorang karyawan swasta di Semarang, menuturkan awal mula dirinya menekuni gym pada tahun 2022 adalah untuk mencari hobi baru. Kini, ia merasakan manfaatnya secara signifikan dan terus konsisten berolahraga.
"Awalnya coba-coba karena bosan dengan olahraga jalan kaki atau lari. Sempat berpikir gym itu mahal dan eksklusif, ternyata ada juga yang terjangkau," ungkap Sarah. Ia menambahkan bahwa gym membantunya mengatasi rasa lelah dan meningkatkan energi dalam beraktivitas sehari-hari. "Dulu sering merasa kecapekan, tapi setelah nge-gym ada perbedaannya. Work life balance itu penting banget."
Tantangan terbesar, menurut Sarah, adalah melawan rasa malas dan mengatur waktu. "Awalnya memang berat, tapi kalau sudah tahu manfaatnya jadi ketagihan. Kuncinya adalah motivasi dan komitmen pada diri sendiri."
Rifqi Azizi (29), memilih lari sebagai olahraga pilihannya karena kesederhanaannya dan dampaknya pada pengembangan diri. Lari tidak memerlukan biaya mahal, tempat khusus, atau waktu yang rumit.
"Lari itu olahraga yang bisa saya lakukan sendiri, tidak ribet, tidak perlu lawan main, cukup pakai sepatu dan bawa minum," kata Rifqi. Baginya, lari memberikan tantangan tersendiri karena mengukur kemampuan diri sendiri.
"Yang saya suka dari lari adalah lawannya bukan orang lain, tapi diri sendiri. Melawan pikiran, batas fisik, capaian jarak, dan kecepatan lari," jelasnya.
Anis (27), yang sudah menekuni lari sejak 2020, merasakan manfaatnya baik secara fisik maupun mental. Lari membuatnya lebih produktif dalam menjalani kegiatan sehari-hari.
"Saya melihat banyak yang meninggal muda karena penyakit serius. Saya ingin sehat dan awet muda, salah satunya dengan lari. Selain itu, lari juga membantu mengelola stres," tutur Anis.
Anis bahkan telah mengikuti berbagai ajang lari bergengsi, di antaranya:
- Jakarta International Marathon
- Pocari Sweat Run Bandung
- Semarang 10K
- Borobudur Marathon
"Lari itu soal ketahanan, bukan kecepatan. Biasanya saya lari tiga kali seminggu, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Rutenya berbeda-beda, rata-rata satu kilometer setiap lari," ujarnya.
Ia mengakui bahwa tren lari di kalangan anak muda saat ini sebagian dipicu oleh FOMO di media sosial. Namun, Anis melihatnya sebagai hal positif karena pada akhirnya mereka akan merasakan manfaatnya.
"Menurutku tidak masalah jika awalnya karena FOMO, yang penting mereka merasakan efeknya di badan dan jadi ketagihan. Selama itu membawa ke hal positif, berarti itu FOMO yang bagus," pungkas Anis.