Kisah Humanis Abdul Ghofur: Sopir Bus yang Mengutamakan Kemanusiaan di Tengah Himpitan Ekonomi

Di balik kemudi bus jurusan Jember-Denpasar, Abdul Ghofur menyimpan kisah-kisah kemanusiaan yang menghangatkan hati. Selama 20 tahun berprofesi sebagai sopir, pria asal Banyuwangi ini lebih memilih untuk mengulurkan tangan kepada sesama, bahkan di tengah kesulitan ekonomi yang menghimpit.

Salah satu pengalaman yang paling membekas adalah ketika ia menjumpai seorang pria lanjut usia yang menderita stroke ringan di Terminal Tawang Alun Jember. Pria tersebut, yang ditemani oleh seorang pendamping, mengalami kejadian memalukan dan membutuhkan pertolongan. Ironisnya, tiga bus menolak untuk mengangkut mereka karena kondisinya. Ghofur, tanpa ragu, turun dari busnya dan memberikan sarung miliknya untuk mengganti pakaian pria tersebut. "Saya berikan saja. Sampai rumah, saya bilang ke istri kalau sarung saya kasihkan ke orang stroke. Orangnya seperti bapak saya, sudah tua, tidak apa-apa," kenangnya.

Kisah lainnya adalah ketika Ghofur membawa seorang kuli bangunan tua dari Denpasar menuju Jember secara gratis. Pria tersebut terlantar karena ditinggal kabur oleh pemborong dan tidak memiliki ongkos untuk pulang. Ghofur, yang penghasilannya hanya berasal dari sisa setoran, tetap membantu pria tersebut dengan membelikannya nasi di sepanjang perjalanan. Tindakan-tindakan kecil namun penuh makna ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh Ghofur.

Namun, perjalanan Ghofur sebagai sopir bus tidak selalu mulus. Ia merasakan betul dampak perubahan zaman dan persaingan yang semakin ketat. Di awal tahun 2000-an, pendapatan Rp 200-300 ribu dianggap sepi penumpang, namun sejak 2017, nominal tersebut menjadi hal yang umum. Maraknya penggunaan sepeda motor dan jasa travel menjadi penyebab utama penurunan jumlah penumpang. Kondisi semakin diperburuk oleh pandemi Covid-19, yang membuat Ghofur kehilangan penghasilan sama sekali.

Pada tahun 2023, Ghofur memutuskan untuk rehat dari profesinya dan membantu mengelola kebun milik orang tuanya. Ia mengaku ingin kembali menjadi sopir, namun kondisi saat ini sangat sulit. Biaya operasional terus meningkat, sementara jumlah penumpang semakin sedikit. Keputusan ini diambil demi memenuhi kebutuhan hidup istri dan kelima anaknya. Meskipun demikian, kisah-kisah kemanusiaan yang pernah ia torehkan akan terus menjadi inspirasi bagi banyak orang.