Spesies Kadal Buta Endemik Baru Ditemukan di Pulau Buton, Diberi Nama Penghormatan untuk Jakob Oetama
Temuan Spesies Baru: Kadal Buta Endemik Pulau Buton
Sebuah tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumumkan penemuan spesies baru kadal buta (genus Dibamus) yang endemik di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Spesies unik ini, yang hidup di dalam tanah, secara resmi dinamai Dibamus oetamai, sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh pers nasional, almarhum Jakob Oetama, pendiri Kompas Gramedia.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Awal Riyanto, menjelaskan bahwa kadal buta dari genus Dibamus merupakan reptil fosorial, yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di bawah permukaan tanah. Mereka memiliki tubuh ramping menyerupai cacing, mata tereduksi atau bahkan buta, dan betina tidak memiliki kaki. Sementara itu, individu jantan hanya memiliki kaki vestigial berupa sirip kecil.
Genus Dibamus memiliki distribusi geografis yang luas, mulai dari Asia Tenggara hingga Papua Nugini. Namun, karena kebiasaan hidupnya yang tersembunyi, banyak spesies dalam genus ini masih kurang dikenal dan dipelajari.
Sebelumnya, kadal buta yang ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Papua, Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara, seringkali dikelompokkan sebagai Dibamus novaeguineae. Namun, penelitian terbaru oleh tim BRIN, yang menggunakan pendekatan morfologi dan biogeografi, mengungkapkan bahwa populasi kadal buta di Pulau Buton memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari spesies lain dalam genus yang sama.
Karakteristik Unik Dibamus oetamai
Dibamus oetamai dideskripsikan berdasarkan perbedaan morfologi yang signifikan, antara lain:
- Ukuran Tubuh: Panjang moncong hingga anus (SVL) mencapai maksimum 145,7 mm.
- Sisik Kepala: Pola sisik kepala yang spesifik, termasuk tidak adanya sutur rostral medial dan lateral, serta sisik frontal yang lebih besar dari frontonasal.
- Pola Warna: Kehadiran dua atau tiga pita berwarna terang pada tubuh.
- Habitat: Endemik di hutan hujan muson Pulau Buton, pada ketinggian di bawah 400 meter di atas permukaan laut.
Penemuan Dibamus oetamai menjadi kontribusi signifikan terhadap pengetahuan ilmiah, khususnya dalam memperkaya data keanekaragaman hayati Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pulau-pulau kecil seperti Buton dapat menjadi "laboratorium alam" yang menghasilkan spesies unik.
"Temuan ini menunjukkan bahwa masih banyak keragaman reptil Indonesia yang belum terungkap, terutama di wilayah Wallacea yang menjadi hotspot keanekaragaman hayati," kata Awal Riyanto. Wilayah Wallacea, yang meliputi Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Timor, dikenal karena percampuran fauna Asia dan Australia, serta tingkat endemisme yang tinggi.
Tim peneliti melakukan analisis mendalam dengan membandingkan spesimen museum dari berbagai wilayah di Indonesia, melakukan pengukuran morfometrik dan meristik secara cermat. Hasil analisis tersebut mengkonfirmasi bahwa populasi kadal buta di Buton memiliki karakteristik yang berbeda dari Dibamus lain di wilayah sekitarnya.
Ancaman dan Konservasi
Keberadaan Dibamus oetamai juga menimbulkan kekhawatiran. Karena sifatnya yang sangat endemik dan sebaran yang terbatas, spesies ini berpotensi rentan terhadap ancaman lingkungan, terutama deforestasi dan perubahan habitat akibat aktivitas manusia di Pulau Buton.
Oleh karena itu, perlindungan kawasan hutan di Buton, seperti Kawasan Lindung Hutan Lambusango, menjadi sangat penting untuk menjaga kelestarian kadal buta ini di masa depan.
Studi lengkap mengenai deskripsi Dibamus oetamai telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional TAPROBANICA pada tanggal 25 April 2024. Penemuan ini semakin menegaskan pentingnya penelitian dan konservasi untuk melestarikan kekayaan alam Indonesia.