Perjuangan Panjang Pria Inggris Melawan ARFID: Hanya Konsumsi Roti Selama 3 Dekade

Penderita ARFID di Inggris Bergulat dengan Diet Ekstrem Selama 30 Tahun

Thomas Sheridan, seorang pria berusia 35 tahun asal Inggris, menghadapi tantangan unik dan berat: Avoidant/Restrictive Food Intake Disorder (ARFID). Kondisi ini menjebaknya dalam pola makan sangat terbatas, di mana roti menjadi makanan pokoknya selama lebih dari 30 tahun.

Sejak usia balita, tepatnya 18 bulan, Thomas menunjukkan keengganan yang kuat terhadap berbagai jenis makanan. Orang tuanya mengenang bagaimana ia tiba-tiba menolak makanan dan menutup mulutnya rapat-rapat. Upaya membujuknya untuk mencoba buah dan sayuran selalu berujung kegagalan. Bahkan, aroma atau rasa makanan tertentu bisa memicu reaksi fisik yang ekstrem.

"Suatu hari saya mencoba membuat sandwich telur dan sosis. Begitu telur menyentuh mulut saya, saya langsung muntah," ungkap Thomas, menggambarkan betapa kuatnya penolakan tubuhnya terhadap makanan tertentu.

Selama bertahun-tahun, pola makan Thomas nyaris tidak bervariasi. Setiap hari, ia mengonsumsi dua potong roti tawar, tiga mangkuk sereal, dan sejumlah permen jeli. Ia tidak pernah menyentuh sayuran atau buah-buahan. Keadaan ini tentu saja berdampak signifikan pada kesehatan dan kualitas hidupnya.

ARFID berbeda dengan gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia nervosa. ARFID ditandai dengan keengganan terhadap makanan tertentu karena faktor sensorik, pengalaman traumatis terkait makanan, atau kekhawatiran tentang konsekuensi negatif setelah makan. Penderita ARFID tidak memiliki kekhawatiran tentang berat badan atau bentuk tubuh seperti pada anoreksia dan bulimia.

Kondisi Thomas membuat aktivitas sosial dan profesional menjadi sangat sulit. Ia merasa malu dan tertekan saat harus makan di depan orang lain. Mencari pekerjaan pun menjadi tantangan tersendiri karena keterbatasan dietnya.

"Terakhir kali saya mencoba mengubah pola makan, saya kehilangan 9,5 kg dalam 10 hari," kata Thomas. Penurunan berat badan yang drastis ini menunjukkan betapa sulitnya bagi Thomas untuk mengubah kebiasaan makannya dan betapa pentingnya dukungan medis dan psikologis yang tepat.

ARFID memang masih kurang dikenal dibandingkan gangguan makan lainnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru memasukkan ARFID ke dalam Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran dan pemahaman tentang ARFID semakin meningkat di kalangan profesional kesehatan.

Thomas terus berjuang melawan ARFID dengan bantuan tenaga medis dan psikolog. Ia berharap dapat memperluas pilihan makanannya dan menjalani hidup yang lebih sehat dan normal.

Berikut adalah beberapa dampak ARFID bagi penderitanya:

  • Kekurangan nutrisi
  • Penurunan berat badan
  • Kesulitan dalam beraktivitas sosial
  • Masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi
  • Isolasi sosial

ARFID adalah kondisi serius yang membutuhkan penanganan komprehensif. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala ARFID, segera cari bantuan profesional.