DKI Jakarta Kembali Mengaktifkan Proyek Normalisasi Ciliwung untuk Atasi Banjir

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan rencana untuk melanjutkan proyek normalisasi Sungai Ciliwung yang sempat terhenti. Gubernur Pramono Anung menyatakan bahwa inisiatif ini akan dimulai kembali pada Juni 2025. Langkah ini dianggap krusial dalam upaya mengurangi risiko banjir di ibu kota, mengingat kontribusi Sungai Ciliwung terhadap potensi banjir Jakarta mencapai 40 persen.

"Nanti bulan Juni ini kita akan mulai kembali normalisasi sungai Ciliwung karena Ciliwung lah yang memberikan kontribusi 40 persen banjir yang ada di Jakarta," ujar Pramono di kawasan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025). Optimisme diungkapkan oleh mantan Sekretaris Kabinet ini bahwa dengan normalisasi Ciliwung, masalah banjir yang kerap melanda Jakarta dapat ditangani secara bertahap.

Proyek normalisasi Ciliwung sebetulnya telah digagas sejak era pemerintahan Joko Widodo. Sayangnya, realisasinya berjalan lambat, terutama karena kendala pembebasan lahan. Penolakan dari warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai menjadi penghambat utama. Dalam proyek ini, Pemprov Jakarta bertanggung jawab atas penertiban bangunan liar dan pembebasan lahan, sementara Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), yang berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), bertugas melaksanakan pekerjaan fisik.

Dari total rencana normalisasi sepanjang 33,69 kilometer, baru sekitar 17,17 kilometer yang berhasil diselesaikan. Sisanya, sepanjang 16,52 kilometer, masih terhambat oleh masalah pembebasan lahan akibat penolakan warga. Menurut Kepala Unit Pengadaan Tanah Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta, Roedito Setiawan, pada tahap persiapan, kemungkinan adanya penolakan dari masyarakat terhadap pembebasan lahan tidak dapat dihindari.

Di bawah kepemimpinan Gubernur Pramono Anung, Pemprov Jakarta berupaya menghidupkan kembali proyek normalisasi Ciliwung dengan pendekatan yang lebih mengedepankan aspek kemanusiaan. Gubernur Pramono Anung menegaskan komitmennya untuk melanjutkan normalisasi Ciliwung tanpa melakukan penggusuran paksa. Prinsip pendekatan yang lebih humanis akan dikedepankan.

"Dalam normalisasi ini kami betul-betul akan melakukan pendekatan kepada warga secara manusiawi. Kami berprinsip tidak akan melakukan penggusuran," ujar Pramono dalam rapat koordinasi dengan Kementerian PUPR dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada Kamis (13/3/2025). Gubernur meyakini bahwa dengan pendekatan yang tepat, potensi banjir di Jakarta dapat ditekan hingga 40 persen. Untuk mencapai target ini, Pemprov Jakarta bekerja sama dengan Kementerian PUPR dan Kementerian ATR/BPN dalam proses pembebasan lahan di sepanjang Sungai Ciliwung.

Namun, tantangan kembali muncul dalam bentuk penolakan dari warga. Roedito Setiawan menjelaskan bahwa dari total 33,69 kilometer, masih ada 16,52 kilometer lahan yang belum dibebaskan. Proses pembebasan lahan dilakukan secara bertahap, mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Roedito menjelaskan bahwa pelaksanaan pengadaan tanah dilakukan dalam empat tahap, yaitu perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil. Proses pembebasan lahan mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 yang telah diubah melalui PP Nomor 39 Tahun 2023.

Apabila masih terdapat penolakan dari warga, Pemprov DKI Jakarta akan mengadakan konsultasi publik ulang. Jika warga tetap menolak, tim kajian keberatan akan dibentuk untuk menelaah alasan-alasan penolakan tersebut. "Namun apabila masih ada yang menolak, maka Pemprov DKI akan membentuk tim kajian keberatan," pungkas Roedito.

  • Normalisasi Sungai Ciliwung.
  • Pembebasan Lahan.
  • Pengendalian Banjir.
  • DKI Jakarta.