Kendala Status Lahan Hambat Laju Peremajaan Sawit Nasional

Program Peremajaan Sawit Terhambat Masalah Lahan

Program peremajaan kelapa sawit di Indonesia menghadapi tantangan serius akibat persoalan status lahan yang belum tuntas. Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Kementerian Pertanian, Adi Praptono, mengungkapkan bahwa masalah ini menjadi salah satu penyebab utama lambatnya realisasi program peremajaan sawit.

Saat ini, peremajaan kelapa sawit telah menjangkau sekitar 400.000 hektare lahan. Namun, prosesnya mengalami perlambatan signifikan karena kompleksitas koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait. "Status lahan memerlukan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan, ATR (Agraria dan Tata Ruang), serta BPN (Badan Pertanahan Nasional)," jelas Adi seusai acara PalmEx Indonesia 2025 di Jakarta.

Digitalisasi Sebagai Solusi Percepatan

Adi Praptono meyakini bahwa digitalisasi dapat menjadi solusi untuk mempercepat program peremajaan sawit. Pemanfaatan teknologi citra satelit dan kecerdasan buatan (AI) dinilai mampu mengidentifikasi status lahan secara akurat dan mencegah potensi tumpang tindih lahan. "Kami berharap digitalisasi dapat mengatasi persoalan yang selama ini menjadi kendala. Kejelasan status lahan dan kepemilikan akan mempercepat proses peremajaan sawit," ungkapnya.

Keluhan Petani Sawit Terkait Perpres Kawasan Hutan

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir), Setiyono, menyampaikan keluhan terkait terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Kawasan Hutan. Perpres ini membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang bertujuan untuk membenahi tata kelola lahan. Namun, Setiyono mengungkapkan bahwa banyak lahan sawit milik petani yang telah bersertifikat justru diklaim masuk ke dalam kawasan hutan.

"Lahan yang sudah bersertifikat selama 30 tahun tiba-tiba ditunjuk sebagai kawasan hutan. Ini sangat mengejutkan bagi kami," ujar Setiyono. Lahan yang diklaim oleh Satgas PKH tidak dapat diajukan untuk program peremajaan dan tidak dapat dijadikan jaminan di kemudian hari. "Petani sawit adalah tulang punggung perekonomian. Kami berharap Perpres ini dapat menyelesaikan masalah peta kawasan hutan, bukan malah menimbulkan kebingungan," tegasnya.

Target Peremajaan Sawit yang Belum Tercapai

Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dicanangkan sejak tahun 2017 belum mencapai target yang diharapkan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa realisasi PSR rata-rata hanya mencapai 50.000 hektare per tahun, jauh di bawah target awal sebesar 180.000 hektare. Menurutnya, hambatan terbesar berasal dari regulasi, terutama yang berkaitan dengan sertifikasi dan rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Secara keseluruhan, program PSR telah menjangkau 331.007 hektare lahan dengan alokasi dana sebesar Rp 9,25 triliun dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pemerintah berencana meningkatkan dana peremajaan menjadi Rp 60 juta per hektare untuk mempercepat pelaksanaan program ini.

Berikut adalah daftar beberapa hal yang menghambat program peremajaan kelapa sawit:

  • Status lahan yang belum jelas
  • Koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait
  • Regulasi yang menghambat
  • Sertifikasi dan rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan