Tradisi Nyumet Dung: Meriahnya Perayaan Buka Puasa di Masjid Agung Kauman Semarang
Tradisi Nyumet Dung: Meriahnya Perayaan Buka Puasa di Masjid Agung Kauman Semarang
Masjid Agung Kauman Semarang, selama Ramadan, menyajikan tradisi unik yang telah berlangsung selama beberapa dekade: Nyumet Dung. Tradisi ini menandai waktu berbuka puasa dengan cara yang meriah dan telah berevolusi seiring berjalannya waktu, beradaptasi dengan perubahan zaman dan regulasi pemerintah.
Dahulu, Nyumet Dung dirayakan dengan penggunaan bom udara untuk menandai waktu berbuka. Namun, peraturan Walikota Semarang tahun 1983 melarang praktik ini karena potensi bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan bangunan di sekitar Masjid Agung Kauman. Suara ledakan yang keras dan getaran yang ditimbulkan dianggap membahayakan. Sebagai gantinya, Masjid Agung Kauman mengadopsi sirene sebagai penanda waktu berbuka.
Seiring perkembangan zaman, dan khususnya pasca pandemi, tradisi Nyumet Dung mengalami inovasi. Selain sirene yang tetap digunakan, kini terdapat pula arak-arakan budaya yang menambah semarak acara tersebut. Arak-arakan ini melibatkan santri pondok pesantren dan pengurus masjid yang mengenakan pakaian adat tradisional Jawa Tengah, lengkap dengan iringan musik tradisional. Pawai budaya ini menambah dimensi kultural yang kaya pada tradisi Nyumet Dung, menarik minat warga lokal maupun pendatang.
Prosesinya sendiri cukup singkat, namun penuh makna. Sekitar sepuluh menit sebelum waktu berbuka puasa, beberapa pengurus masjid mempersiapkan dua mercon yang akan dinyalakan di Aloon-Aloon Masjid Agung Kauman. Setelah sirene berbunyi sebagai tanda waktu berbuka, mercon tersebut dinyalakan, disusul dengan kumandang azan Maghrib. Meskipun kembang api dinyalakan setiap hari selama Ramadan, arak-arakan budaya hanya diadakan pada hari Sabtu dan Minggu, menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
Arak-arakan ini tidak hanya sekadar pertunjukan budaya. Ia juga merupakan simbol dari keberlanjutan tradisi dan adaptasi terhadap perubahan. Perubahan dari bom udara ke sirene dan penambahan arak-arakan menunjukkan kesadaran akan keselamatan dan upaya untuk tetap melestarikan tradisi dengan cara yang lebih aman dan atraktif.
Salah satu warga Semarang, Arina Haq, membagikan pengalaman pertamanya menyaksikan Nyumet Dung. Ia mengaku sangat terkesan dengan kemeriahan acara tersebut dan menganggapnya sebagai sebuah hiburan yang unik, terutama bagi perantau seperti dirinya yang berasal dari Kebumen. Arina juga menyampaikan apresiasinya terhadap upaya pelestarian tradisi lokal Semarang, yang menurutnya semakin memperkaya pengalaman kebudayaan.
Tradisi Nyumet Dung di Masjid Agung Kauman Semarang menjadi bukti nyata bagaimana sebuah tradisi dapat bertahan dan beradaptasi dengan perubahan zaman, tetap relevan dan menarik bagi generasi masa kini. Ia menjadi contoh bagaimana warisan budaya dapat dipelihara dan dirayakan dengan cara yang aman dan bermakna, sekaligus menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk mengenal kekayaan budaya Kota Semarang.
Berikut rincian waktu pelaksanaan: * Setiap hari selama bulan Ramadan: Penanda waktu berbuka puasa dengan sirene dan kembang api. * Sabtu dan Minggu: Terdapat arak-arakan budaya dengan pakaian adat dan iringan musik tradisional.