Pemerintah Tinjau Ulang Aturan TKDN: Fleksibilitas Jadi Prioritas
Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan perubahan signifikan dalam regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dengan fokus pada peningkatan fleksibilitas. Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, menegaskan bahwa penyesuaian ini akan dilakukan secara selektif, memastikan bahwa tidak semua ketentuan TKDN akan dihapuskan secara menyeluruh. Inisiatif ini muncul sebagai respons terhadap arahan Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan perlunya aturan yang lebih adaptif guna meringankan beban industri dalam negeri dan meningkatkan daya saing global.
Dalam diskusi yang diadakan oleh Kagama di Gedung RRI, Jakarta, Anggito menjelaskan bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi mendalam terhadap berbagai komoditas untuk menentukan mana saja yang dapat dikecualikan dari kewajiban TKDN. Pendekatan ini akan mempertimbangkan daya saing produk Indonesia serta nilai tambah yang diberikan oleh industri dalam negeri. Proses negosiasi dan kajian sedang berlangsung untuk merumuskan kebijakan yang paling efektif.
Presiden Prabowo sebelumnya telah menyampaikan pandangannya mengenai TKDN, menekankan bahwa penerapan yang kaku dapat merugikan daya saing Indonesia. Beliau mengusulkan agar aturan TKDN dibuat lebih realistis dan fleksibel, mungkin dengan menggantinya dengan insentif untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri. Prabowo berpendapat bahwa masalah konten dalam negeri berkaitan erat dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains, sehingga tidak dapat diselesaikan hanya dengan regulasi TKDN yang ketat.
Sebagai langkah konkret, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025, yang merupakan perubahan kedua atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Regulasi baru ini mewajibkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD untuk memprioritaskan pembelian produk yang memiliki TKDN dan Produk Dalam Negeri (PDN).
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyambut baik regulasi ini sebagai angin segar bagi industri, terutama di tengah tekanan permintaan domestik saat ini. Kemenperin dan perusahaan industri mengapresiasi adanya ayat baru pada pasal 66 Perpres No. 46 Tahun 2025, yang mengatur urutan prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Aturan ini memastikan bahwa produk ber-TKDN atau PDN diprioritaskan dibandingkan produk impor.
Perpres baru ini memperbaiki regulasi sebelumnya, yaitu Perpres No. 16 Tahun 2018, yang memungkinkan pemerintah untuk langsung membeli produk impor jika industri dalam negeri belum mampu menyediakan produk dengan penjumlahan skor TKDN dan BMP di atas 40 persen. Dengan adanya perubahan ini, pemerintah berupaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan industri dalam negeri sambil tetap menjaga daya saing global.