Investasi Syariah: Memahami Kriteria Saham yang Sesuai Prinsip Islam

Investasi Syariah: Memahami Kriteria Saham yang Sesuai Prinsip Islam

Pasar modal syariah di Indonesia terus berkembang, menawarkan alternatif investasi bagi investor yang ingin menanamkan modal sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Namun, tidak semua saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan kriteria ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah, seperti yang tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 35/POJK.04/2017 dan Nomor 17/POJK.04/2015. Pemahaman yang mendalam terhadap kriteria ini menjadi kunci bagi investor untuk membuat keputusan investasi yang tepat dan sesuai dengan keyakinan mereka.

Salah satu aspek terpenting dalam menentukan kelayakan sebuah saham sebagai saham syariah adalah halal-nya kegiatan usaha perusahaan yang bersangkutan. Hal ini meliputi berbagai aspek, dan perusahaan yang terlibat dalam kegiatan yang dilarang oleh syariat Islam secara otomatis tidak akan masuk dalam Daftar Efek Syariah (DES). Beberapa sektor usaha yang secara umum dikecualikan meliputi:

  • Perjudian dan Permainan Judi: Semua bentuk perjudian, termasuk kasino dan lotre, jelas dilarang dalam Islam dan dengan sendirinya membuat saham perusahaan yang terlibat tidak memenuhi kriteria saham syariah.
  • Transaksi Tanpa Penyerahan Barang/Jasa: Praktik spekulatif yang tidak diiringi penyerahan barang atau jasa nyata merupakan bentuk transaksi yang tidak diperbolehkan.
  • Perdagangan Palsu: Perdagangan yang melibatkan penawaran atau permintaan palsu, manipulasi harga, atau bentuk penipuan lainnya, jelas melanggar prinsip keadilan dan kejujuran dalam Islam.
  • Jasa Keuangan Berbasis Riba: Institusi keuangan konvensional yang beroperasi berdasarkan sistem bunga (riba) seperti bank dan perusahaan pembiayaan konvensional tidak memenuhi syarat.
  • Asuransi Konvensional: Jenis asuransi konvensional yang mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan maisir (judi) juga dikategorikan sebagai aktivitas yang tidak sesuai prinsip syariah.
  • Produksi, Distribusi, dan Perdagangan Barang Haram: Perusahaan yang memproduksi, mendistribusikan, atau memperdagangkan barang-barang haram seperti minuman keras, produk mengandung babi, rokok, dan produk yang merusak moral, secara otomatis tidak memenuhi syarat.
  • Suap (Risywah): Keterlibatan dalam praktik suap atau korupsi, baik secara langsung maupun tidak langsung, merupakan pelanggaran serius yang membuat perusahaan bersangkutan tidak lolos sebagai saham syariah.

Selain aspek halal usaha, OJK juga menetapkan batasan rasio utang berbasis bunga dan pendapatan non-halal. Rasio utang berbasis bunga terhadap total aset perusahaan tidak boleh melebihi 45%. Artinya, jika perusahaan memiliki utang berbasis bunga yang signifikan, sahamnya kemungkinan besar tidak akan termasuk dalam DES. Demikian pula, pendapatan non-halal seperti pendapatan dari bunga atau bisnis non-halal lainnya, tidak boleh melebihi 10% dari total pendapatan perusahaan. Kedua batasan ini memastikan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat kehati-hatian yang cukup dalam mengelola keuangan dan aktivitas bisnisnya.

Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan OJK setiap bulan Mei dan November menjadi rujukan utama bagi investor untuk mengidentifikasi saham-saham yang memenuhi kriteria syariah. Dengan memahami kriteria-kriteria di atas, investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih terinformasi dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Hal ini menekankan pentingnya riset dan pemahaman mendalam tentang profil perusahaan sebelum berinvestasi di pasar modal syariah.