PT Timah Ungkap Tantangan Penertiban Tambang Ilegal Pasca Kasus Harvey Moeis

Direktur Utama PT Timah Tbk, Restu Widiyantoro, menyampaikan secara terbuka kompleksitas permasalahan tambang ilegal yang terus menghantui kinerja perusahaan. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Restu mengungkapkan bahwa aktivitas penambangan ilegal marak terjadi di dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah. Kehadiran tambang-tambang ilegal ini menimbulkan dampak domino yang merugikan perusahaan secara finansial dan merusak lingkungan.

Menurut Restu, praktik penambangan ilegal tidak hanya menggerogoti pendapatan perusahaan, tetapi juga mengancam kelestarian sumber daya alam. Asal usul bijih timah yang dihasilkan dari tambang ilegal sulit dilacak, yang berpotensi membuka celah bagi praktik pencucian uang dan aktivitas kriminal lainnya. Selain itu, aktivitas penambangan ilegal seringkali dilakukan tanpa memperhatikan kaidah lingkungan, yang menyebabkan kerusakan ekosistem dan menciptakan lahan-lahan kritis yang tidak produktif.

Restu juga menyinggung dampak kasus korupsi tata niaga timah yang menyeret nama Harvey Moeis. Ia mengindikasikan bahwa sejak kasus tersebut mencuat, aktivitas tambang ilegal justru semakin meningkat. Restu mengakui bahwa kondisi operasional perusahaan saat ini terpengaruh secara signifikan oleh aktivitas penambangan ilegal, dan PT Timah tidak memiliki kendali penuh atas wilayah IUP-nya.

"Luar biasa kondisi yang sekarang dihadapi, terutama sejak ada kasus Harvey Moeis dan kawan-kawan. Jadi memang sekarang hampir operasional perusahaan dikendalikan bukan oleh PT Timah secara langsung. Ini kami akui dan menjadi kewajiban kami," ujar Restu.

PT Timah telah berupaya mengatasi masalah ini dengan melakukan penertiban dan penenggelaman kapal-kapal pengangkut timah ilegal. Namun, upaya ini belum membuahkan hasil yang signifikan. Alih-alih berkurang, jumlah tambang ilegal justru semakin bertambah. Restu mengungkapkan bahwa sebagian besar penambang ilegal adalah masyarakat sekitar yang tinggal di kawasan PT Timah. Situasi ini membuat penertiban menjadi lebih rumit dan membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif.

Menanggapi permasalahan ini, Restu meminta dukungan dari Komisi VI DPR RI untuk membentuk regulasi yang dapat menekan aktivitas tambang ilegal. Ia mengusulkan agar semua hasil penambangan dari WIUP PT Timah wajib dikumpulkan ke perusahaan. Dengan demikian, PT Timah dapat memiliki kendali penuh atas produksi timah dan mencegah penjualan ilegal.

"Untuk Komisi VI untuk kami di-backup dengan satu regulasi yang kira-kira bisa mengatur supaya semua produk PT Timah dan produk lain yang bekerja di WIUP PT Timah wajib dikumpulkan di PT Timah. Karena pada dasarnya mereka menambang di WIUP kami, tetapi menjualnya atau hasilnya tidak diberikan kepada kami," bebernya.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menyatakan bahwa Komisi VI siap memberikan dukungan politik kepada PT Timah. Ia menyamakan situasi yang dihadapi PT Timah dengan seorang tuan rumah yang membiarkan perampok mencuri di rumahnya sendiri. Nurdin Halid menegaskan bahwa aktivitas penambangan ilegal di WIUP PT Timah sama dengan membiarkan pencuri masuk ke rumah sendiri dan tidak melakukan apa pun.

"Tapi yang bapak harus ketahui, bapak ini sebetulnya dirampok di rumah sendiri, tapi bapak diam, atau bapak tidak bisa berbuat apa-apa. Di WIUP bapak, orang menambang, di depan mata bapak, itu sama dengan pencuri masuk rumah bapak biarkan," tutupnya.