Status Geopark Kaldera Toba di Ujung Tanduk, Kurangnya Perhatian Pemerintah Jadi Sorotan

Status Geopark Kaldera Toba dipertanyakan Akibat Kelambanan Pemerintah

Anggota Komisi VII DPR RI, Bane Raja Manalu, menyuarakan kekecewaannya terhadap kinerja pemerintah dalam menindaklanjuti rekomendasi perbaikan tata kelola Geopark Kaldera Toba. Ancaman pencabutan status sebagai anggota UNESCO Global Geopark (UGGp) kini menghantui, memicu keprihatinan mendalam.

"Waktu perbaikan selama dua tahun jangan disia-siakan. Status Toba di UNESCO Global Geopark jangan sampai dicabut, nanti akan menyesal," tegas Bane kepada awak media. Ia menekankan bahwa pengakuan global oleh UNESCO seharusnya menjadi katalisator peningkatan pariwisata, pengembangan ekonomi lokal, pelestarian lingkungan, serta peningkatan kesadaran akan warisan geologi melalui konsep edu-wisata.

Bane menambahkan, status Geopark bukanlah sekadar label tanpa makna. Pemerintah provinsi memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola Geopark Kaldera Toba dengan baik. Ia mengingatkan agar tidak terjadi perubahan kebijakan yang drastis akibat pergantian kepala dinas. Pendidikan masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan kawasan Danau Toba sebagai daya tarik wisata juga menjadi sorotan utama.

Peran Badan Pengurus dan Pengelolaan oleh Kementerian ESDM Dikritisi

Politisi tersebut menyoroti minimnya peran Badan Pengurus (BP) Toba Caldera UNESCO Global Geopark (TCUGGp) yang praktis vakum selama dua tahun terakhir akibat ketiadaan anggaran. Ia merasa prihatin dengan kondisi pengelolaan Danau Toba saat ini, padahal potensi untuk menarik wisatawan berkualitas sangat besar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar Danau Toba.

Selain itu, Bane mempertanyakan pengelolaan geopark oleh Kementerian ESDM. Ia khawatir dengan banyaknya tugas yang diemban kementerian tersebut, pengelolaan geopark menjadi terabaikan. Padahal, memperoleh status Geopark dari UNESCO bukanlah hal yang mudah.

Pentingnya Kelembagaan Pariwisata Multi-Stakeholder

Bane Raja Manalu menekankan pentingnya membangun kelembagaan pariwisata yang melibatkan banyak pihak (multi-stakeholder). Ia mengusulkan agar pengelolaan pariwisata tidak hanya berada di bawah Kementerian Pariwisata, tetapi juga melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Kehutanan. Dengan demikian, pengelolaan pariwisata nasional akan menjadi lebih progresif, berdampak, dan memperlancar pelaksanaan kebijakan.

Sebagai informasi, Kaldera Toba secara resmi menjadi anggota UGGp pada 7 Juli 2020. Namun, status keanggotaan ini kini terancam dicabut karena pihak pengelola dinilai tidak memanfaatkan waktu pembenahan selama dua tahun secara optimal. Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia, Wilmar E Simandjorang, mengungkapkan bahwa waktu perbaikan tinggal satu bulan sebelum tim asesor UNESCO melakukan evaluasi ulang.

Rekomendasi UNESCO yang Belum Terlaksana

Sejak menerima "kartu kuning" dari UNESCO pada September 2023, empat rekomendasi penting belum dilaksanakan secara maksimal, meliputi:

  • Peningkatan kegiatan edukasi berbasis riset.
  • Revitalisasi dan optimalisasi badan pengelola.
  • Pelaksanaan pelatihan manajemen untuk memahami prinsip-prinsip geopark global.
  • Peningkatan visibilitas melalui pembangunan gerbang, monumen, dan panel interpretasi.

Wilmar juga menyampaikan bahwa papan informasi tentang Geopark Kaldera Toba hampir tidak ada di kawasan Danau Toba. Pelaksanaan tata kelola dan pembangunan berbasis geopark juga masih jauh dari harapan.