Sidang Kasus Dugaan Pemerasan Eks Gubernur Bengkulu, Hakim Pertanyakan Independensi Pilkada
Polemik Setoran Pejabat Warnai Sidang Dugaan Pemerasan Mantan Gubernur Bengkulu
Sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, membuka tabir praktik tak lazim di kalangan birokrasi pemerintahan provinsi tersebut. Ketua Majelis Hakim, Fasiol, secara terbuka mempertanyakan independensi Pilkada, menyoroti dugaan mobilisasi dana dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat daerah untuk memenangkan Rohidin dalam kontestasi Pilkada 2024.
"Pilkada ini sebenarnya pesta demokrasi, atau justru menjadi ajang bagi pejabat untuk mempertahankan kedudukannya?" tanya Hakim Fasiol dalam persidangan yang digelar pada Rabu (14/5/2025). Pertanyaan ini dilontarkan setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima saksi dari lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Kelima saksi tersebut mengaku telah memberikan sejumlah uang untuk mendukung pemenangan Rohidin.
Pengakuan Pejabat dan Motif Pemberian Dana
Lima pejabat yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan tersebut adalah:
- Saidirman, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
- Syarifudin, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
- Eri Yuliah Hidayat, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3KB)
- Heru Susanto, Kepala Inspektorat
- Jaduliwan, Kepala Kesbangpol
Dalam kesaksiannya, Syarifudin mengaku menyetor dana sebesar Rp 200 juta, Eri Yuliah Rp 50 juta, Jaduliwan Rp 150 juta, Heru Susanto Rp 40 juta, dan Saidirman Rp 150 juta. Motif penyetoran dana tersebut beragam, mulai dari loyalitas kepada atasan, kepatuhan, hingga perasaan terpaksa karena terus-menerus ditagih.
Hakim Fasiol kembali menekankan bahwa Pilkada seharusnya menjadi momentum bagi rakyat untuk memilih pemimpin, bukan ajang bagi pejabat untuk mempertahankan jabatan. Pertanyaan ini menggantung di udara, karena kelima saksi memilih untuk diam dan tidak memberikan jawaban.
Tekanan dan Ancaman?
Hakim kemudian mencoba menggali lebih dalam mengenai kemungkinan adanya tekanan atau ancaman dari terdakwa, Rohidin Mersyah. "Apakah Rohidin mengancam akan menghilangkan jabatan Anda jika tidak menyetor uang? Apakah ada permintaan langsung dari Rohidin kepada Anda?" tanya Hakim Fasiol.
Namun, semua saksi menjawab tidak. Mereka membantah adanya ancaman atau permintaan langsung dari Rohidin Mersyah terkait penyetoran dana tersebut.
Penetapan Tersangka dan Proses Hukum
Sebelumnya, Rohidin Mersyah telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama dengan Sekda Isnan Fajri dan Efriansyah alias Anca. Ketiganya diduga terlibat dalam praktik pemerasan terhadap sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Bengkulu dengan tujuan mengumpulkan dana untuk mendukung pemenangan Rohidin dalam Pilkada Gubernur 2024. Kasus ini masih terus bergulir di pengadilan, dan fakta-fakta baru terus terungkap dalam setiap persidangan. Sorotan hakim terhadap dugaan keterlibatan ASN dan pejabat dalam pengumpulan dana ini, memunculkan pertanyaan besar mengenai independensi dan integritas Pilkada di daerah tersebut.