Inflasi AS Mereda, Pasar Kripto Bergairah: Bitcoin Sentuh Level Tertinggi dalam Beberapa Tahun
Pasar mata uang kripto mengalami lonjakan signifikan, dengan Bitcoin mencapai harga 104.700 dollar AS atau setara dengan Rp 1,73 miliar pada hari Rabu, 14 Mei 2025. Kenaikan ini dipicu oleh data inflasi Amerika Serikat yang dirilis dan menunjukkan angka yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, serta sentimen positif yang melanda pasar keuangan global.
Penguatan tidak hanya terjadi pada Bitcoin. Ethereum, mata uang kripto terbesar kedua, juga mengalami kenaikan nilai yang signifikan, melesat 9 persen hingga mencapai 2.700 dollar AS atau sekitar Rp 44,5 juta. Kenaikan ini diikuti oleh berbagai altcoin lainnya, menunjukkan sentimen positif yang meluas di seluruh pasar kripto.
Kabar baik juga datang dari sektor saham terkait kripto. Saham Coinbase, sebuah platform pertukaran mata uang kripto terkemuka, melonjak 24 persen setelah pengumuman resmi bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam indeks S&P 500. Langkah ini diperkirakan akan menarik aliran dana baru yang signifikan, mencapai 16 miliar dollar AS atau sekitar Rp 264 triliun, dari manajer dana yang berinvestasi berdasarkan indeks tersebut.
Selain pasar kripto, pasar saham AS juga menunjukkan kinerja positif. Pada hari Selasa, 13 Mei 2025, indeks S&P 500 ditutup menghijau dengan kenaikan 0,7 persen. Nasdaq, indeks yang berfokus pada perusahaan teknologi, mencatat kenaikan yang lebih besar, yaitu 1,6 persen, didorong oleh kinerja kuat saham-saham teknologi seperti Palantir (+8,1 persen), Super Micro Computer (+16 persen), Tesla (+4,9 persen), dan Nvidia (+5,6 persen).
Namun, tidak semua indeks mencatat kenaikan. Dow Jones Industrial Average justru mengalami koreksi sebesar 0,6 persen, terutama disebabkan oleh penurunan tajam saham UnitedHealth sebesar 18 persen setelah pengunduran diri CEO-nya.
Analis dari Reku, Fahmi Almuttaqin, memberikan pandangannya mengenai kondisi pasar saat ini. Ia menyoroti bahwa pasar menyambut baik laporan inflasi CPI AS yang menunjukkan penurunan menjadi 2,3 persen, lebih rendah dari ekspektasi 2,4 persen. Angka ini merupakan yang terendah sejak tahun 2021.
"Terlepas dari ketidakpastian kebijakan dagang Presiden Trump, data tersebut menunjukkan ekonomi AS masih cukup solid," ujar Fahmi.
Kesepakatan dagang terbaru antara AS dengan Inggris dan China, termasuk pelonggaran tarif untuk barang impor bernilai rendah dari China, juga memberikan dorongan positif bagi pasar. Akan tetapi, investor tetap menunjukkan kehati-hatian. Hal ini tercermin dari kenaikan harga emas, yang merupakan aset safe haven, sebesar 0,6 persen menjadi 3.240,30 dollar AS atau sekitar Rp 53,5 juta.
Terlepas dari sentimen positif secara keseluruhan, terdapat juga beberapa tanda kehati-hatian. Aliran dana ke ETF Bitcoin spot mencatat angka negatif sebesar 91,4 juta dollar AS (sekitar Rp 1,5 triliun), mengakhiri tren net inflow selama empat hari berturut-turut. Fahmi berpendapat bahwa pasar mungkin membutuhkan katalis tambahan untuk melanjutkan reli ini, terutama jika level resistance 106.000 dollar AS belum dapat ditembus dalam waktu dekat.
Katalis potensial ke depan meliputi kebijakan pro-kripto dari pemerintah AS, sinyal penurunan suku bunga dari The Fed, serta pendekatan perdagangan yang lebih akomodatif dari pemerintahan Trump.
Fahmi menyarankan investor konservatif untuk mengamankan keuntungan yang telah diperoleh sambil menunggu momentum baru. Bagi investor jangka panjang, strategi beli dan tahan (buy and hold) seperti yang diterapkan oleh perusahaan Strategy—yang baru-baru ini membeli Bitcoin senilai 1,34 miliar dollar AS atau sekitar Rp 22 triliun—masih relevan.
Investor juga disarankan untuk melakukan diversifikasi ke aset kripto dan saham AS dengan kinerja tinggi. Platform seperti Reku menawarkan fitur Packs yang memudahkan investasi ke berbagai aset unggulan sekaligus, lengkap dengan sistem rebalancing otomatis yang menyesuaikan dengan kondisi pasar.
"Diversifikasi kini bisa dilakukan lebih mudah, praktis, dan optimal," pungkas Fahmi.