Pembantaian di Suriah Barat Laut Tewaskan Lebih dari Seribu Jiwa; PBB Tuntut Aksi Hukum Tegas
Pembantaian di Suriah Barat Laut: Lebih dari Seribu Jiwa Tewas, PBB Desak Investigasi
Laporan mengerikan tentang jatuhnya korban jiwa lebih dari seribu orang dalam bentrokan di Suriah barat laut telah mengguncang dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam keras insiden tersebut dan mendesak penghentian segera kekerasan yang telah menewaskan warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Bentrokan yang meletus pada Kamis, 6 Maret 2025, di wilayah mayoritas Alawi, tempat asal Presiden Bashar al-Assad, telah meningkat menjadi pembantaian besar-besaran. Tingginya angka korban jiwa, yang dilaporkan mencapai lebih dari 1000 orang, menjadi sorotan utama keprihatinan internasional.
High Commissioner for Human Rights PBB, Volker Türk, dalam pernyataannya, menuntut penyelidikan segera dan menyeluruh terhadap peristiwa tersebut. Ia menekankan perlunya pertanggungjawaban bagi para pelaku. Türk mengungkapkan laporan yang sangat mengkhawatirkan mengenai eksekusi massal yang dilakukan secara sektarian oleh berbagai pihak, termasuk anggota pasukan keamanan, otoritas sementara, dan elemen-elemen yang terkait dengan rezim sebelumnya. Ia juga mencatat laporan mengenai pembunuhan seluruh keluarga, termasuk warga sipil yang tidak berdaya. Türk dengan tegas mendesak agar pembunuhan warga sipil di wilayah pesisir Suriah barat laut dihentikan seketika.
Seruan untuk perdamaian dan persatuan nasional telah disampaikan oleh Presiden Sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa. Namun, Türk menekankan bahwa seruan tersebut harus segera diikuti dengan tindakan nyata untuk melindungi warga sipil dan memastikan akuntabilitas bagi para pelaku pelanggaran. Türk mendesak agar investigasi yang cepat, transparan, dan tidak memihak dilakukan terhadap semua pembunuhan dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Ia menegaskan bahwa mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan hukum internasional. Kelompok-kelompok yang menebar teror kepada warga sipil juga harus dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan mereka.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga turut menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas insiden ini. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan bahwa bentrokan tersebut berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, karena fasilitas kesehatan dan ambulans mengalami kerusakan. WHO telah berupaya mengirimkan bantuan medis darurat, termasuk obat-obatan dan perlengkapan trauma, untuk perawatan para korban luka. WHO mendesak semua pihak untuk menghormati dan melindungi layanan kesehatan agar bantuan medis dapat menjangkau mereka yang paling membutuhkannya.
Menurut Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), sebuah lembaga pemantau perang yang berbasis di Inggris, sebanyak 745 warga sipil tewas di provinsi Latakia dan Tartus. SOHR melaporkan bahwa para korban tewas dalam 'eksekusi' yang dilakukan oleh personel keamanan atau pejuang pro-pemerintah, yang disertai dengan penjarahan rumah dan properti. Selain itu, SOHR mencatat 125 anggota pasukan keamanan dan 148 pejuang pro-Assad juga tewas dalam bentrokan tersebut. Jumlah korban tewas secara keseluruhan, berdasarkan laporan SOHR, mencapai 1.018 orang.
Tragedi ini menyoroti kembali situasi kemanusiaan yang buruk di Suriah dan mendesak komunitas internasional untuk mengambil tindakan yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya kekerasan lebih lanjut dan untuk memastikan pertanggungjawaban atas kejahatan yang telah dilakukan.