AFPI Menampik Tuduhan Kartel Bunga Pinjaman Online

AFPI Menampik Tuduhan Kartel Bunga Pinjaman Online

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dengan tegas membantah tuduhan terkait praktik kartel bunga yang dilayangkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap industri pinjaman daring (pinjol). KPPU saat ini sedang menyelidiki dugaan penetapan bunga seragam oleh 97 perusahaan yang tergabung dalam AFPI.

Menurut KPPU, perusahaan-perusahaan tersebut diduga melakukan kesepakatan untuk menetapkan bunga harian sebesar 0,8 persen, yang kemudian direvisi menjadi 0,4 persen pada tahun 2021. Menanggapi tuduhan ini, AFPI mengadakan konferensi pers untuk memberikan klarifikasi.

Sunu Widyatmoko, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019-2023, menjelaskan bahwa batasan bunga maksimum sebesar 0,8 persen pertama kali diperkenalkan dalam Code of Conduct pada tahun 2018. Namun, batasan ini telah dicabut dan tidak lagi berlaku. Sunu menekankan bahwa penyesuaian bunga yang dilakukan pada saat itu bertujuan untuk menurunkan tingkat bunga yang sangat tinggi dan membedakan antara layanan pinjaman legal yang diawasi dengan praktik pinjol ilegal yang tidak terkontrol.

"Pada waktu itu, bunga pinjaman daring bisa mencapai di atas 1 persen per hari, bahkan ada yang 2-3 kali lipat. Batas bunga maksimum justru ditujukan agar platform legal tidak ikut-ikutan mengenakan bunga mencekik. Ini bagian dari perlindungan konsumen,” ujar Sunu.

Sekretaris Jenderal AFPI saat ini, Ronald Andi Kasim, menambahkan bahwa batasan bunga yang ditetapkan bukanlah harga tetap, melainkan batas atas. Dalam praktiknya, banyak platform yang menawarkan bunga di bawah batas maksimum, seperti 0,6 persen, 0,5 persen, atau bahkan 0,4 persen per hari. Ronald menjelaskan bahwa besaran bunga ditentukan secara individual oleh masing-masing platform berdasarkan faktor risiko, jenis pinjaman (multiguna, produktif, atau syariah), dan kesepakatan antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam. Ia menegaskan bahwa tidak ada paksaan untuk menetapkan harga seragam dalam industri ini.

Setelah disahkannya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) dan penerbitan SEOJK Nomor 19 Tahun 2023 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang secara eksplisit mengatur bunga pinjaman fintech, AFPI segera mencabut batasan bunga maksimum dan menyesuaikannya dengan ketentuan regulator.

Ronald menegaskan komitmen AFPI untuk terus mendukung terciptanya ekosistem pendanaan digital yang sehat, adil, dan sesuai dengan kebijakan OJK. Selain itu, AFPI berupaya untuk membedakan antara fintech lending yang legal dan transparan dengan pinjol ilegal yang merugikan masyarakat.

"Yang kami lakukan adalah bentuk tanggung jawab industri. Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana. Karena kalau bunga ditekan terlalu rendah, risiko tidak sebanding, dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana," pungkas Ronald.