Promosi Hakim Eko Aryanto ke Pengadilan Tinggi Papua Barat: Bantahan Keterkaitan dengan Kasus Harvey Moeis dan Kekurangan Hakim
Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa promosi Hakim Eko Aryanto dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Papua Barat murni didasarkan pada kebutuhan mendesak akan hakim tinggi di wilayah tersebut. Penjelasan ini disampaikan untuk menepis anggapan yang menyebutkan bahwa promosi tersebut terkait dengan penanganan perkara korupsi tata niaga komoditas timah yang melibatkan terdakwa Harvey Moeis.
Kepala Biro Humas dan Hukum MA, Sobandi, menjelaskan bahwa PT Papua Barat mengalami kekurangan hakim tinggi yang signifikan. Situasi ini mendorong MA untuk segera mengisi kekosongan tersebut. Sobandi secara eksplisit membantah adanya korelasi antara promosi Eko Aryanto dengan vonis yang dijatuhkannya dalam kasus Harvey Moeis. Kasus ini memang menarik perhatian publik karena majelis hakim yang dipimpin Eko Aryanto menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Harvey Moeis, jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang mencapai 12 tahun penjara.
"Mutasi tersebut tidak ada kaitannya dengan putusan Eko Aryanto dalam perkara Harvey Moeis," tegas Sobandi. Ia menambahkan bahwa Eko Aryanto adalah salah satu dari 11 hakim di Jakarta yang dipromosikan menjadi hakim tinggi di wilayah Papua. Proses promosi ini telah melalui tahapan eksaminasi hakim tinggi yang ketat dalam rapat pimpinan (rapim) MA yang diselenggarakan pada Jumat, 9 Mei 2025. Rapim tersebut melibatkan Badan Pengawasan MA dan memastikan bahwa tidak ada hakim yang memiliki catatan pelanggaran disiplin atau etika hakim yang menghalangi promosi mereka.
"Pak Eko Aryanto dan 10 hakim lainnya dipromosikan menjadi hakim tinggi karena mereka sudah lulus eksaminasi menjadi hakim tinggi," Sobandi melanjutkan. Lebih lanjut, Sobandi menjelaskan bahwa hakim Eko juga menjatuhkan denda sebesar Rp 1 miliar kepada Harvey Moeis, serta mewajibkan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 210 miliar. Harvey Moeis terjerat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Hakim menilai Harvey Moeis terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan menerima dana sebesar Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi tersebut.
Vonis yang dijatuhkan Eko Aryanto terhadap Harvey Moeis kemudian diajukan banding dan diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi hukuman 20 tahun penjara. Namun, MA tetap pada pendiriannya bahwa promosi Eko Aryanto tidak terkait dengan kasus tersebut, melainkan semata-mata didasarkan pada kebutuhan organisasi dan hasil eksaminasi yang telah dilalui oleh hakim yang bersangkutan. MA berharap penegasan ini dapat meluruskan berbagai spekulasi yang beredar di masyarakat dan memberikan pemahaman yang benar mengenai proses promosi hakim di lingkungan peradilan.
Dengan demikian, promosi Eko Aryanto ke Pengadilan Tinggi Papua Barat adalah bagian dari upaya MA untuk memenuhi kebutuhan hakim tinggi di daerah tersebut dan tidak ada hubungannya dengan putusan kontroversial yang pernah ia ambil dalam kasus korupsi Harvey Moeis.