Perjuangan Diyem: Penjual Jamu Keliling Asal Mojokerto Akhirnya Wujudkan Mimpi Berhaji

Nenek Diyem Wiryo Rejo, seorang penjual jamu keliling dari Gedongan, Mojokerto, Jawa Timur, akhirnya dapat mewujudkan impiannya untuk menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Wanita berusia 65 tahun ini tergabung dalam kloter 47 Embarkasi Surabaya.

Puluhan tahun sudah Diyem berkeliling menjajakan jamu tradisional. Meski usia semakin senja, semangatnya untuk mencari rezeki tak pernah padam. Dari keuntungan yang tak seberapa hasil berjualan jamu setiap hari, ia sisihkan sedikit demi sedikit untuk ditabung. "Saya kumpulkan pelan-pelan di rumah. Alhamdulillah, kalau ada rezeki, sebulan bisa terkumpul satu juta," ujarnya saat berada di Embarkasi Surabaya.

Dalam sehari, Diyem mampu memperoleh keuntungan antara seratus hingga dua ratus ribu rupiah. Namun, penghasilan tersebut tidak selalu tetap. "Ya namanya juga jualan, kadang ramai, kadang sepi," jelasnya.

Setiap kali tabungannya mencapai satu juta rupiah, Diyem langsung menyetorkannya ke bank. "Dulu, teman saya menyarankan untuk mendaftar haji saja jika sudah punya tabungan. Dari situlah muncul keinginan kuat untuk mewujudkan impian ke Baitullah," kenangnya.

Perlu waktu sekitar sepuluh tahun bagi Diyem untuk mengumpulkan uang sebesar 25 juta rupiah, yang kemudian digunakan sebagai modal awal untuk mendaftar haji pada tahun 2012. Diyem mendaftar haji bersama suaminya, yang sehari-hari bekerja sebagai penjual nasi goreng. "Saya daftar haji bareng suami. Kebetulan, beliau juga punya tabungan dari hasil jualan nasi goreng," katanya.

Diyem mengingat betul bagaimana semangatnya untuk bisa berangkat ke Tanah Suci terus membara. Ia mulai berjualan jamu keliling sejak tahun 1970, awalnya dengan cara menggendong. "Saya sangat bersyukur atas apa yang sudah saya capai. Dulu waktu awal jualan jamu, sekitar umur 11 tahun, kondisinya lebih susah karena harus menggendong jamu," ujarnya.

Saat teman-teman seusianya asyik bermain dan belajar, Diyem memilih untuk berjualan jamu demi membantu perekonomian keluarga. "Anak-anak seusia saya masih senang bermain, tapi saya sudah jualan jamu gendong keliling. Kalau lama tidak ada yang beli, saya terpaksa harus duduk dulu karena berat," kenangnya.

Setelah menunggu selama kurang lebih 13 tahun, penantian Diyem dan suaminya akhirnya membuahkan hasil. Mereka terdaftar sebagai jemaah haji Embarkasi Surabaya pada tahun 2025. "Sampai sekarang saya masih jualan jamu. Ini saja libur karena mau naik haji. Kalau tidak jualan, badan rasanya pegal semua. Anak-anak sudah melarang, tapi Alhamdulillah badan saya masih sehat dan bisa mandiri," pungkasnya.

Diyem dan suaminya dijadwalkan terbang ke Tanah Suci dari Bandara Internasional Juanda Sidoarjo pada Kamis (15/5) pukul 10.20 WIB, tergabung dalam kloter 47.