Bareskrim Polri Ringkus Direktur PT SHC Terkait Impor Ilegal Sianida Skala Besar
Bareskrim Polri Tangkap Direktur Perusahaan di Jawa Timur Atas Dugaan Impor Ilegal Sianida
Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri telah menahan seorang direktur perusahaan berinisial SE dari PT SHC yang berbasis di Jawa Timur. Penahanan ini terkait dengan kasus dugaan impor ilegal sianida yang melibatkan omzet mencapai puluhan miliar rupiah.
Brigjen Nunung Syaifuddin, Dirtipidter Bareskrim Polri, mengungkapkan kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Rabu (14/5/2025) bahwa penahanan dilakukan setelah pemeriksaan intensif terhadap SE sebagai tersangka. "Hari ini, kami telah memeriksa tersangka dan langsung melakukan penahanan," tegasnya.
Pengungkapan kasus ini, menurut Nunung, merupakan wujud komitmen Polri dalam memberantas praktik illegal mining. Kasus ini erat kaitannya dengan aktivitas penambangan emas ilegal yang marak terjadi di berbagai daerah.
"Sianida yang ditemukan di Surabaya dan Pasuruan berjumlah sekitar 6.000 drum atau setara dengan 20 kontainer. Ini adalah pengungkapan kasus sianida terbesar yang pernah kami tangani," jelas Nunung.
Saat ini, pihak kepolisian tengah mendalami perizinan impor sodium cyanide, sebuah bahan kimia berbahaya. Diduga, SE mengimpor sianida dari Tiongkok dengan menggunakan dokumen perusahaan pertambangan emas yang sudah tidak beroperasi.
"Kami akan melakukan pendalaman terkait perizinan impor dan kuota dari importir umum," lanjut Nunung.
Menurutnya, hanya dua perusahaan yang secara resmi ditunjuk oleh pemerintah untuk mengimpor bahan kimia berbahaya ini, yaitu PT PPI dan PT Sarinah yang merupakan BUMN.
"Jika ada pihak lain yang mengimpor sianida dari luar negeri, bahan tersebut harus digunakan untuk kepentingan sendiri dan perusahaan tersebut harus memiliki izin dari Kementerian Perdagangan," tambahnya.
Diduga, SE menggunakan izin perusahaan pertambangan yang sudah kedaluwarsa. Selain itu, bahan kimia tersebut tidak digunakan untuk keperluan perusahaan sendiri, melainkan dijual kepada pihak lain.
"Kami juga akan mengembangkan kasus ini untuk mengidentifikasi para penerima atau supplier. Sebagian besar supplier berada di wilayah Indonesia Timur, seperti Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Tengah," pungkas Nunung.
SE kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Ia terancam jeratan hukum berlapis, termasuk:
- Pasal 24 ayat (1) Juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar.
- Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f Juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Kasus ini bermula dari informasi mengenai perdagangan bahan kimia berbahaya jenis sodium cyanide (sianida). Pada 11 April 2025, polisi melakukan penyelidikan di sebuah gudang milik PT SHC di Surabaya dan meminta keterangan sejumlah orang, termasuk SE selaku direktur perusahaan.
Omzet perdagangan gelap sianida ini mencapai miliaran rupiah. Dalam kurun waktu satu tahun beroperasi, perusahaan tersebut telah meraup keuntungan hingga puluhan miliar rupiah.