Komisi VIII DPR RI Soroti Implementasi Sistem Syarikah Haji 2025: Mendesak Evaluasi Demi Kenyamanan Jemaah

Polemik penerapan sistem syarikah dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 menuai sorotan tajam dari Komisi VIII DPR RI. Perubahan signifikan dalam pengelolaan jemaah haji ini, yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dilaporkan menimbulkan kebingungan dan berpotensi mengganggu kelancaran ibadah para jemaah.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq, secara tegas meminta Menteri Agama untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem syarikah. Menurutnya, implementasi sistem ini terkesan mendadak dan berdampak pada pengacauan pengelompokan kloter yang telah direncanakan dengan matang dari tanah air.

"Penerapan sistem syarikah yang terkesan mendadak ini telah mengacaukan pengelompokkan kloter yang sebelumnya sudah terencana dengan baik dari tanah air. Akibatnya, banyak jemaah suami istri yang terpisah, serta jemaah lanjut usia yang terpisah dari pendamping yang sangat mereka butuhkan. Kami meminta Menteri Agama segera melakukan evaluasi," tegas Maman Imanul Haq dalam keterangan tertulisnya.

Politisi tersebut menyoroti perubahan signifikan dalam jumlah syarikah yang terlibat. Jika sebelumnya jemaah haji Indonesia hanya dilayani oleh satu syarikah, yaitu Mashariq, maka tahun ini terdapat delapan syarikah yang bertugas melayani jemaah haji Indonesia. Syarikah sendiri adalah perusahaan Arab Saudi yang memiliki kewenangan dalam mengatur pelaksanaan ibadah haji.

Maman Imanul Haq mempertanyakan dasar pertimbangan pelibatan delapan syarikah dan mendesak Kementerian Agama untuk menjelaskan identifikasi masalah serta langkah-langkah mitigasi yang telah dilakukan sebelum menerapkan kebijakan ini. Ia juga mempertanyakan apakah potensi kekacauan yang terjadi saat ini telah diantisipasi oleh Kemenag.

Sebagai solusi, Maman Imanul Haq mengusulkan agar, jika Kemenag tetap menggunakan delapan syarikah, pembagian tanggung jawab sebaiknya didasarkan pada wilayah di Indonesia. Misalnya, Syarikah A bertanggung jawab atas jemaah dari wilayah tertentu di Jawa Barat, Syarikah B untuk kota tertentu di Jawa Timur, dan seterusnya.

"Jangan seperti kondisi saat ini di mana lebih dari satu syarikah menangani jemaah dari satu daerah. Hal ini membingungkan jemaah dan juga Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). Bayangkan saja, ada jemaah yang belum siap berangkat namun tiba-tiba harus berangkat keesokan harinya, atau sebaliknya, jemaah yang seharusnya berangkat beberapa pekan lagi di kloter lain, mendadak harus segera berangkat. Sistem seperti apa ini jika hasilnya justru menimbulkan kekacauan?" ungkapnya.

Komisi VIII DPR RI mendesak Kementerian Agama untuk segera bernegosiasi dengan pihak berwenang di Arab Saudi guna mencari solusi terbaik atas permasalahan ini. Mereka memberikan kesempatan kepada Kemenag dan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah untuk bertindak cepat dalam menangani masalah ini dan menegaskan bahwa penggunaan delapan syarikah seharusnya tidak menyengsarakan jemaah haji Indonesia.