Terungkap di Persidangan: Peran Hasto Kristiyanto dalam Kasus Harun Masiku
Sidang kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, terus menjadi sorotan. Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, fakta-fakta baru terkait keterlibatan Hasto satu per satu terungkap melalui kesaksian para saksi.
Hasto Kristiyanto sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak akhir Desember 2024. Ia dijerat dengan dua pasal sekaligus, yakni suap dan dugaan menghalangi proses penyidikan. Upaya perlawanan melalui sidang praperadilan sebelumnya gagal, sehingga sidang pokok perkara korupsi Hasto pun bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam sidang yang digelar pada Jumat, 9 Mei 2025, penyidik KPK AKBP Rossa Purnomo Bekti dihadirkan sebagai saksi kunci. Kesaksian Rossa di persidangan membuka tabir baru dari kasus yang melibatkan Hasto.
Salah satu poin penting yang terungkap adalah dugaan keterlibatan Hasto dalam pemberian uang suap terkait dengan pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku. Penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti, mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto diduga menalangi uang suap sebesar Rp 400 juta untuk Harun Masiku.
Kesaksian AKBP Rossa Purnomo Bekti
Dalam kesaksiannya, Rossa menjelaskan bahwa mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, awalnya meminta Rp 900 juta untuk pengurusan PAW Harun Masiku, bukan Rp 1,5 miliar seperti yang diberitakan sebelumnya.
"Setelah mendapatkan perintah untuk action itu, kemudian Saeful berkoordinasi dengan Tio, kenapa Tio? Karena yang nyambung dengan komisioner KPU ini melalui Tio, itu ada di percakapan chat-nya yaitu untuk melakukan negosiasi terkait berapa uang yang diminta," ujar Rossa.
"Sebenarnya, Wahyu itu cuma minta Rp 900 juta, itu hasil negonya. Oleh para pihak 3 serangkai ini dibilang itu minta Rp 1,5 (miliar), jadi mereka ada spare untuk uang capeknya lah, istilahnya seperti itu," imbuhnya.
Selain itu, terdapat permintaan tambahan uang sebesar Rp 500 juta untuk proses pelantikan, sehingga total dana yang dibutuhkan mencapai Rp 2,5 miliar. Namun, Harun Masiku disebut tidak memiliki dana sebesar itu.
"Dan tidak berhenti di situ, untuk sampai proses pelantikan itu memerlukan Rp 500 juta dan Rp 500 juta lagi. Jadi total yang akan dikeluarkan itu adalah Rp 2,5 miliar. Nah, atas permintaan itu, Harun Masiku nggak punya uang, ini tergambar dari pada saat itu kita pakai rekening koran, dan juga kita cek lokasi tinggalnya, bahkan mobilnya pun kami juga kurang representatif (untuk bayar Rp 2,5 miliar) mencoba untuk cari dana talangan terkait dengan hal itu," ungkap Rossa.
Menurut Rossa, Harun kemudian mencari dana talangan. Dari bukti percakapan antara Saeful dan Harun, terungkap bahwa Hasto Kristiyanto diduga menalangi uang sebesar Rp 400 juta.
"Satu minggu sebelum tanggal 16 Desember 2019 itu ada informasi percakapan bahwa uang itu akan ditalangi oleh Saudara Terdakwa, tetapi pada kenyataannya tanggal 16 Desember 2019, hanya sebagian yang ditalangi, yaitu Rp 400 juta," kata Rossa.
"Jadi tanggal 16 itu ada penyerahan uang sebesar Rp 400 juta. Kami meyakini karena memang ada konfirmasi percakapan chat langsung antara Saeful dengan Harun Masiku, bisa BB-nya (barang bukti) nanti dibuka," tambahnya.
Dugaan Keterlibatan Firli Bahuri
Selain mengungkap peran Hasto dalam kasus suap, Rossa juga menyinggung dugaan keterlibatan mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam membocorkan informasi terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang akan dilakukan KPK.
Rossa menjelaskan bahwa setelah jejak posisi Hasto dari ponsel tidak terekam lagi, Firli secara sepihak mengumumkan adanya OTT. Rossa mempertanyakan mengapa pengumuman tersebut dilakukan, padahal semua pihak yang diduga terlibat belum ditangkap.
"Iya. Pada saat itu, kami dapat kabar melalui posko bahwa secara sepihak pimpinan KPK, Firli mengumumkan terkait adanya OTT. Itu kami ketahui dari posko, dari kasatgas kami dan itu dishare juga dalam grup, kami juga mempertanyakan pada saat itu, sedangkan posisi pihak-pihak ini belum bisa diamankan, kenapa sudah diinformasikan ke media, atau dirilis informasi terkait adanya OTT," jelas Rossa.
Ketua majelis hakim Rios Rahmanto juga turut mendalami keterangan Rossa dalam persidangan tersebut.
Reaksi dan Analisis
Pengamat hukum, Yudi Purnomo, menilai bahwa kesaksian Rossa di persidangan telah membuka "kotak pandora" kasus Hasto yang selama ini tertutup rapat. Menurutnya, pengadilan menjadi sarana untuk membuka proses dan hasil penyidikan sehingga masyarakat dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi.
"Apa yang disampaikan oleh Rossa tentu sudah berdasarkan bukti-bukti yang sudah dimiliki oleh KPK yang dikumpulkan pada saat proses penyelidikan dan penyidikan," ujar Yudi.
Yudi juga menambahkan bahwa kesaksian Rossa semakin menepis adanya dugaan kriminalisasi terhadap Hasto. Ia menilai bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka dan terdakwa didasarkan pada kecukupan alat bukti.
"Keterangan Rossa yang sudah menjadi fakta persidangan mampu membuktikan bahwa tidak ada kriminalisasi dalam perkara Hasto. Yang ada adalah Hasto menjadi tersangka dan terdakwa karena perbuatannya sendiri baik kasus suap dan perintangan penyidikan," tegas Yudi.
Dengan terungkapnya fakta-fakta baru dalam persidangan, kasus Hasto Kristiyanto semakin menarik untuk diikuti. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.