Diduga Malpraktik, Klinik Kecantikan di Jakarta Timur Dilaporkan ke Polisi oleh Tiga Wanita

Klinik Kecantikan di Jakarta Timur Terjerat Laporan Dugaan Malpraktik

Tiga orang wanita, NH (31), NHC (27), dan UN (29), telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan sebuah klinik kecantikan bernama DBC yang berlokasi di Jakarta Timur ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut diajukan atas dasar dugaan malpraktik yang merugikan ketiga korban.

"Kedatangan kami di Polda Metro Jaya hari ini adalah untuk melaporkan dugaan malpraktik yang dialami oleh tiga klien kami. Dugaan ini mengarah pada tindakan yang dilakukan oleh sebuah klinik yang beroperasi di Jakarta Timur dengan inisial DBC," ungkap Andreas Hari Susanto Marbun, kuasa hukum dari ketiga korban, kepada awak media di Polda Metro Jaya, pada hari Rabu (14/5/2025).

Laporan ini telah resmi teregistrasi dengan nomor STTLP/B/3196/V/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA. Selain melaporkan pihak klinik, laporan ini juga menyasar dokter yang bertanggung jawab atas tindakan medis dengan inisial SFT, serta seorang yang diduga berperan sebagai agen pemasaran dengan inisial RP atau B.

"Terdapat tiga pihak yang kami laporkan, yaitu pihak klinik, dokter yang berinisial SFT, dan juga pihak agensi atau marketing dengan inisial RP atau B. Laporan kami telah diterima secara resmi oleh SPKT PMJ," jelas Andreas lebih lanjut.

Menurut keterangan yang diberikan, kasus ini bermula ketika salah satu klien melakukan prosedur rhinoplasty, atau yang lebih dikenal sebagai operasi hidung, pada bulan Januari 2023. Namun, pasca operasi, ketiga klien justru mengalami serangkaian dampak negatif yang serius pada bagian hidung mereka.

"Dampak yang dialami antara lain adalah kondisi hidung yang menjadi tinggi sebelah, miring, hingga timbul luka. Muncul benjolan berwarna merah yang kemudian berkembang menjadi nanah. Nanah tersebut pecah dan mengeluarkan cairan nanah bercampur darah. Seiring berjalannya waktu, kondisi hidung semakin memburuk dan mengalami infeksi," terang Andreas.

Andreas menambahkan bahwa klien lainnya yang juga menjalani operasi pada bulan Desember mengalami permasalahan serupa. Salah satu keluhan yang dialami adalah pendarahan pada hidung.

"Kasus yang paling memprihatinkan adalah yang dialami oleh klien yang terakhir. Setelah operasi pertama, timbul pendarahan yang berlangsung hampir tujuh hari berturut-turut. Pihak klinik dan dokter yang menangani menganggap hal ini sebagai sesuatu yang biasa. Padahal, kondisi klien pada saat itu sangat memprihatinkan. Bayangkan saja, hidung mengeluarkan pendarahan terus-menerus, bagaimana mungkin dibiarkan?" tanyanya.

Para klien yang merasa dirugikan kemudian berkonsultasi dengan dokter spesialis kecantikan dan dokter kulit. Dari hasil konsultasi tersebut, ditemukan adanya ketidaksesuaian pada jahitan yang dilakukan pasca operasi.

"Ketiga korban telah menjalani operasi sebanyak dua kali, namun tidak ada hasil yang signifikan. Kondisi hidung mereka tetap kembali seperti semula," ungkap Andreas.

Akibat kejadian ini, para klien mengalami kerugian baik secara fisik maupun materiil. Pihaknya berharap agar penyidik dapat melakukan pendalaman terkait perizinan klinik dan legalitas dokter yang menangani.

"Harapan kami, selain kerugian materi yang telah dikeluarkan, para korban juga mengalami cacat fisik yang kemungkinan besar akan dialami seumur hidup. Setidaknya, mereka harus menjalani operasi lanjutan yang lebih baik," pungkasnya.