Keterbatasan Aksesibilitas: Disabilitas dalam Penjara Memunculkan Kekhawatiran

Isu Disabilitas di Balik Jeruji: Terdakwa Agus Merasa Terlantar di Lapas

Kasus I Wayan Agus Suartama, seorang difabel yang terjerat kasus kekerasan seksual, membuka diskusi mengenai perlakuan dan pemenuhan hak-hak narapidana disabilitas di lembaga pemasyarakatan. Agus, yang mendekam di Lapas Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, menyampaikan keluh kesahnya melalui penasihat hukumnya, Michael Anshory. Agus merasa kesulitan menjalani masa tahanan setelah pendampingnya dibebaskan.

"Sejak pendampingnya tidak lagi berada di Lapas, Agus merasa kesulitan," ujar Anshory. Ketidakberadaan pendamping ini berdampak signifikan pada keseharian Agus di dalam lapas, mengingat keterbatasan fisik yang dimilikinya. Peran pendamping sangat krusial dalam membantu Agus beraktivitas, memenuhi kebutuhan dasar, dan memastikan hak-haknya terpenuhi.

Perhatian Pengadilan dan Pembelaan Terdakwa

Keluhan Agus ini telah disampaikan dalam persidangan sebelumnya. Majelis hakim, menyadari kerentanan Agus, telah mengingatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan perhatian khusus dan memastikan hak-hak Agus sebagai terdakwa disabilitas terpenuhi. Hal ini menunjukkan adanya kepedulian dari pihak pengadilan terhadap isu disabilitas dalam sistem peradilan.

Dalam pembelaannya, Agus dengan tegas membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Ia berpendapat bahwa dakwaan JPU terkait tindak pidana kekerasan seksual terhadap sejumlah perempuan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Anshory menambahkan bahwa tim pembela berpegang teguh pada prinsip bahwa unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan oleh jaksa tidak terbukti secara hukum.

Sorotan terhadap Proses Hukum dan Hak-Hak Disabilitas

Kasus Agus menyoroti beberapa poin penting terkait proses hukum dan hak-hak disabilitas, antara lain:

  • Aksesibilitas: Ketersediaan fasilitas dan dukungan yang memadai bagi narapidana disabilitas di lapas.
  • Pendampingan: Peran penting pendamping dalam membantu narapidana disabilitas menjalani masa tahanan.
  • Kepastian Hukum: Pembuktian yang kuat dan jelas dalam kasus-kasus yang melibatkan terdakwa disabilitas.
  • Perlindungan Hak: Jaminan perlindungan hak-hak narapidana disabilitas selama proses hukum.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa sistem peradilan dan lembaga pemasyarakatan harus lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan individu dengan disabilitas. Pemenuhan hak-hak narapidana disabilitas bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga amanat undang-undang yang harus ditegakkan.

Kejelasan mengenai jumlah korban dan bukti-bukti yang mendukung dakwaan menjadi sangat penting. Tanpa kejelasan ini, sulit untuk membuktikan kesalahan Agus secara meyakinkan.