Pakar Ungkap Perbedaan Esensial Bipolar dan Skizofrenia pada Anak: Diagnosis Dini Jadi Kunci
Meningkatnya Kasus Gangguan Mental pada Anak: Bipolar dan Skizofrenia dalam Sorotan
Kabar mengkhawatirkan datang dari dunia kesehatan mental, dimana gangguan bipolar (GB) dan skizofrenia, yang dahulu lebih sering diidentifikasi pada orang dewasa, kini semakin banyak ditemukan pada anak-anak dan remaja. Fenomena ini menjadi perhatian serius para ahli kesehatan jiwa, mengingat dampak signifikan yang dapat ditimbulkannya pada perkembangan mental generasi muda.
Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM, menyoroti peningkatan kasus ini. Ia mengungkapkan bahwa tantangan kesehatan mental seperti gangguan bipolar dan skizofrenia, yang dulunya dianggap eksklusif bagi orang dewasa, kini memengaruhi anak-anak dan remaja pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Membedah Perbedaan: Gangguan Bipolar versus Skizofrenia
Lantas, apa yang membedakan kedua gangguan ini? Prof. Tjhin menjelaskan bahwa gangguan bipolar ditandai dengan perubahan suasana hati yang ekstrem, fluktuasi antara depresi mendalam dan mania yang penuh energi. Faktor risiko gangguan bipolar melibatkan kombinasi genetik, lingkungan, aspek neurobiologis, dan faktor psikososial. Gejala yang dapat dikenali meliputi:
- Episode Mania: Ditandai dengan suasana emosi yang mudah marah atau sangat gembira.
- Episode Depresi: Ditandai dengan suasana sedih mendalam, kehilangan minat, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri.
- Campuran: Kombinasi antara gejala mania dan depresi.
Di sisi lain, skizofrenia lebih kompleks dan berkaitan dengan gangguan pada proses berpikir dan persepsi. Gejala skizofrenia mencakup halusinasi, delusi (keyakinan yang salah dan tidak realistis), serta pola bicara atau perilaku yang tidak sesuai dengan konteks.
Faktor risiko skizofrenia mencakup faktor genetik, komplikasi perinatal (saat kelahiran), pengaruh lingkungan, dan kelainan neurodevelopmental (perkembangan saraf) atau kelainan pada struktur otak. Gejala skizofrenia dikategorikan menjadi:
- Gejala Positif: Halusinasi (melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata) dan delusi.
- Gejala Negatif: Kurangnya motivasi, emosi yang datar, dan menarik diri dari interaksi sosial.
- Disorganisasi: Bicara yang tidak koheren (sulit dipahami) dan perilaku yang tidak sesuai dengan situasi.
Diagnosis Dini: Tantangan dan Urgensi
Prof. Tjhin menekankan bahwa banyak kasus gangguan mental berat seperti ini sebenarnya sudah muncul sejak usia dini, namun sering kali tidak terdiagnosis. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran orang tua dan masyarakat terhadap gejala-gejala awal, yang seringkali disalahartikan sebagai bagian dari perilaku remaja yang normal. Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat studi dan pengalaman klinis menunjukkan bahwa kasus yang muncul lebih awal cenderung lebih parah dan sulit ditangani.
Kurangnya penanganan yang tepat dapat berdampak serius pada perkembangan psikologis, prestasi akademik, dan kemampuan bersosialisasi anak dan remaja. Oleh karena itu, diagnosis dini dan intervensi yang tepat sangat penting untuk meminimalkan dampak negatif gangguan mental ini.
Penanganan Komprehensif: Kunci Pemulihan
Walaupun gangguan bipolar dan skizofrenia merupakan kondisi kronis, keduanya dapat ditangani dengan baik melalui pendekatan yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien. Tujuannya adalah untuk mengendalikan gejala, meningkatkan kualitas hidup pasien, dan memungkinkan mereka untuk berfungsi secara optimal dalam masyarakat.
Penanganan komprehensif biasanya melibatkan kombinasi terapi medis (obat-obatan), terapi psikososial (konseling dan dukungan psikologis), serta dukungan yang kuat dari keluarga dan lingkungan sekitar. Dengan penanganan yang tepat, anak dan remaja dapat belajar mengelola emosi mereka, mencapai pemulihan, dan menjalani kehidupan yang produktif.