Pemkot Malang Kaji Ulang Pajak Warung Malam, Batas Omzet Dinaikkan untuk Dukung UMKM
Pemerintah Kota Malang tengah mengkaji ulang kebijakan pajak bagi pelaku usaha makanan dan minuman yang beroperasi di malam hari. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus memberikan dukungan yang lebih besar kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di wilayah tersebut.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang saat ini tengah memproses revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023. Revisi ini akan membawa perubahan signifikan terhadap ketentuan pajak yang berlaku bagi bisnis kuliner di Kota Malang. Fokus utama adalah menaikkan batasan minimal omzet yang dikenakan pajak.
Sebelumnya, Perda Nomor 8 Tahun 2019 (perubahan kedua atas Perda Nomor 16 Tahun 2010) dan Perda Nomor 4 Tahun 2023 menetapkan bahwa usaha kuliner dengan omzet minimal Rp 5 juta per bulan dan menyediakan fasilitas makan di tempat dikenakan pajak sebesar 10 persen, yang dibebankan kepada konsumen.
Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto, menjelaskan bahwa batasan minimal omzet usaha kuliner yang dikenai pajak akan ditingkatkan dari Rp 5 juta menjadi Rp 10 juta per bulan. Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban pajak bagi UMKM yang baru berkembang dan memberikan stimulus bagi pertumbuhan bisnis mereka.
"Kenaikan batas omzet ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah daerah terhadap UMKM. Kami ingin memberikan ruang yang lebih luas bagi mereka untuk berkembang tanpa terbebani pajak di tahap awal," ujar Handi.
Saat ini, rancangan peraturan daerah (ranperda) sedang dalam tahap pembahasan oleh panitia khusus (Pansus) DPRD Kota Malang. Secara paralel, Bapenda juga melakukan pendataan terhadap pelaku usaha kuliner yang memiliki omzet di bawah Rp 10 juta per bulan.
Handi menambahkan, setelah revisi Perda Nomor 4 Tahun 2023 disahkan, usaha-usaha dengan omzet di bawah Rp 10 juta akan secara otomatis dibebaskan dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas makanan dan minuman. Hal ini akan memberikan dampak positif langsung bagi ratusan pelaku usaha kecil di Kota Malang.
"Berdasarkan data awal yang kami miliki, ada sekitar 900 lokasi usaha yang berpotensi mendapatkan pembebasan PBJT atas makanan dan minuman. Namun, kami tetap perlu melakukan verifikasi lebih lanjut untuk memastikan data yang akurat sebelum finalisasi pembebasan pajak," jelasnya.
Handi juga menegaskan bahwa pendataan yang dilakukan oleh Bapenda semata-mata bertujuan untuk membebaskan pajak bagi UMKM, bukan untuk mengenakan pajak baru kepada pedagang kecil atau UMKM. Ia meluruskan isu yang berkembang di masyarakat bahwa pemerintah daerah akan mengenakan pajak baru bagi warung-warung kecil yang buka di malam hari.
"Inisiatif ini murni untuk mendukung UMKM dengan omzet di bawah Rp 10 juta agar bebas dari kewajiban pajak restoran. Verifikasi lapangan menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa bantuan ini tepat sasaran," pungkasnya.
Dengan adanya kebijakan ini, Pemerintah Kota Malang berharap dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi UMKM, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.