Sengketa Lahan Ancam Eksistensi SMAN 1 Bandung: Ribuan Siswa Terdampak
Sengketa Lahan Ancam Eksistensi SMAN 1 Bandung: Ribuan Siswa Terdampak
SMAN 1 Bandung, sekolah yang telah mencetak ribuan alumni dan menjadi bagian penting dari sejarah pendidikan di Kota Bandung, kini tengah menghadapi ancaman serius. Sebuah gugatan lahan yang diajukan oleh Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung berpotensi menggusur sekolah tersebut dan mengganggu proses belajar mengajar ribuan siswa. Gugatan bernomor 164/G/2024/PTUN.BDG, yang didaftarkan pada 4 November 2024, menjadikan Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung sebagai tergugat pertama dan Dinas Pendidikan Jawa Barat sebagai tergugat intervensi. Hingga 20 Maret 2025, sidang telah berlangsung sebanyak 12 kali, dengan agenda terakhir pembacaan kesimpulan secara e-court.
Pihak SMAN 1 Bandung mengaku terkejut dan sama sekali tidak mengetahui adanya sengketa lahan ini hingga munculnya gugatan tersebut. Sekolah yang berdiri sejak 1950 dan menempati lahan tersebut sejak 1958, menyatakan belum pernah menerima informasi atau pemberitahuan terkait klaim kepemilikan lahan dari pihak manapun. "Awalnya kami sangat terkejut. Informasi tersebut kami terima dari surat yang disampaikan ke Disdik Jabar," ungkap Kepsek SMAN 1 Bandung, Tuti Kurniawati, kepada media pada 7 Maret 2025. Ketidakpastian hukum ini memicu kekhawatiran besar bagi seluruh civitas akademika, terutama para siswa kelas 12 yang sedang menghadapi ujian sekolah.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, melalui perwakilannya, memberikan pernyataan resmi yang menekankan pentingnya dukungan penuh terhadap SMAN 1 Bandung. Pihaknya berkomitmen untuk memberikan pendampingan hukum dan memastikan proses belajar mengajar tidak terganggu. "Pengelolaan pendidikan tingkat SMA menjadi kewenangan provinsi, maka Disdik Provinsi Jawa Barat akan segera melakukan pendampingan," tegas Ledia (nama perwakilan Gubernur, redaksi), seraya menambahkan pentingnya menyelesaikan kasus ini di ranah hukum tanpa melibatkan siswa dan guru.
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) juga turut menyoroti kasus ini. Aris Adi Leksono, Komisioner KPAI, mendesak Pemda untuk turun tangan memberikan kepastian hukum dan pendampingan psikoedukasi bagi siswa dan guru. KPAI juga berharap pengadilan mempertimbangkan aspek sosial dalam putusannya, mengingat dampak yang luas terhadap psikologis dan pendidikan para siswa. "Kepentingan terbaik anak harus diutamakan. Proses belajar mengajar harus kondusif, aman, dan nyaman," ujar Aris.
PLK dalam gugatannya mengklaim sebagai penerus Het Christelijk Lyceum (HCL), pemegang tujuh sertifikat hak guna bangunan (SHGB) sebelumnya. Mereka menyatakan penerbitan sertifikat hak pakai atas lahan seluas 8.450 m² atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas pemerintahan yang baik. Namun, pihak SMAN 1 Bandung membantah klaim tersebut, dengan alasan telah menempati lahan tersebut selama puluhan tahun tanpa ada gugatan sebelumnya. Lebih lanjut, PLK sendiri menurut informasi yang dihimpun, dinyatakan sebagai organisasi terlarang berdasarkan putusan pengadilan.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang tata kelola aset negara dan perlindungan terhadap lembaga pendidikan. Kejelasan hukum dan solusi yang adil sangat diperlukan untuk memastikan masa depan ribuan siswa SMAN 1 Bandung dan terjaganya iklim belajar yang kondusif. Proses persidangan yang sedang berlangsung diharapkan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.