Pasca Insiden Keracunan, BGN Perketat Pengawasan Program Makan Bergizi Gratis

Badan Gizi Nasional (BGN) merespons insiden keracunan massal yang terjadi di Sekolah Bosowa Bina Insani, Bogor, dengan memperketat pengawasan dan standar operasional prosedur (SOP) program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kejadian ini, yang telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor, menjadi perhatian serius mengingat SPPG Sekolah Bosowa Bina Insani merupakan salah satu proyek percontohan BGN.

Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyatakan bahwa insiden di Bogor menjadi pelajaran berharga dalam upaya memperluas program MBG ke sekolah-sekolah lain. Beberapa langkah strategis akan segera diimplementasikan, meliputi:

  • Seleksi Bahan Baku yang Lebih Ketat: BGN akan memperketat proses pemilihan bahan baku untuk memastikan kualitas dan keamanan pangan.
  • Memperpendek Waktu Pemrosesan: Upaya akan dilakukan untuk meminimalkan selisih waktu antara penyiapan, pengolahan, dan pengiriman makanan. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesegaran dan mencegah potensi kontaminasi.
  • Pengetatan Mekanisme Pengiriman dan Konsumsi: Waktu pengiriman dan konsumsi makanan akan diatur lebih ketat. Hal ini menanggapi kejadian sebelumnya di mana keterlambatan konsumsi akibat kegiatan sekolah menyebabkan makanan terlalu lama disimpan.
  • Pembatasan Makanan Dibawa Pulang: Untuk mencegah potensi masalah, BGN akan memperketat aturan terkait membawa pulang makanan, mengingat batas waktu konsumsi yang ideal untuk makanan yang telah disiapkan.
  • Penyegaran dan Pelatihan Ulang: Secara berkala, setiap 2-3 bulan, akan diadakan pelatihan ulang bagi pengelola SPPG untuk meningkatkan kewaspadaan dan menjaga standar kualitas makanan.

Selain langkah-langkah tersebut, BGN juga menyoroti pentingnya menjaga kualitas makanan melalui metode add-cont dalam pembelian bahan baku dan operasional. Metode ini diharapkan dapat meminimalisir dampak fluktuasi harga bahan baku terhadap kualitas makanan yang disajikan.

Sebagai tindak lanjut langsung, operasional SPPG Bosowa Bina Insani dihentikan sementara untuk dilakukan evaluasi menyeluruh dan inspeksi. Pemerintah juga akan menanggung biaya pengobatan para korban keracunan.

Menurut Dadan, kasus keracunan di Bogor berbeda dengan kasus serupa yang pernah terjadi di daerah lain. Reaksi keracunan di Bogor terbilang lambat, dengan gejala baru muncul beberapa hari setelah konsumsi makanan. Hasil laboratorium menunjukkan adanya kontaminasi Salmonella dan E.coli pada air, telur, dan sayuran yang digunakan. Meskipun demikian, korban tidak merasakan adanya hal yang mencurigakan saat mengonsumsi makanan tersebut.