Kontroversi Studi Tiru Kepala Sekolah Parepare ke Madiun: Didanai Pribadi di Tengah Sorotan Anggaran

Perjalanan studi tiru yang dilakukan oleh 27 kepala sekolah (Kepsek) dari Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel), menuju Madiun, Jawa Timur (Jatim), telah memicu perdebatan dan sorotan publik. Praktik ini menjadi perbincangan hangat, terutama mengenai sumber pendanaan yang digunakan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Parepare mengklaim bahwa perjalanan tersebut didanai sepenuhnya oleh dana pribadi para kepala sekolah.

Kepala Disdikbud Parepare, Makmur, menjelaskan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Parepare bahwa inisiatif studi tiru ini murni berasal dari keinginan para kepala sekolah untuk meningkatkan kompetensi dan pengetahuan mereka. Ia menekankan bahwa tidak ada paksaan atau tekanan dari pihak dinas terkait keikutsertaan dalam program ini. Para kepala sekolah, menurutnya, secara sukarela berpartisipasi dengan menggunakan dana pribadi masing-masing. Inisiatif ini sebenarnya telah lama diusulkan oleh kelompok kepala sekolah, tetapi belum memperoleh izin dari wali kota setempat. Akhirnya, mereka mengajukan permohonan izin kepada dinas untuk melaksanakan studi tiru dengan biaya pribadi. Makmur menambahkan bahwa meskipun perjalanan ini didanai secara pribadi, pihaknya telah memberitahukan dan mendapatkan persetujuan dari wali kota. Disdikbud Parepare juga menerbitkan surat tugas sebagai dasar legalitas perjalanan tersebut.

Alasan pemilihan Madiun sebagai lokasi studi tiru juga menjadi sorotan. Makmur menjelaskan bahwa pemilihan ini didasarkan pada rekomendasi dari pihak Google. Menurutnya, sekolah-sekolah di Madiun dianggap sebagai yang terbaik dalam program kandidat sekolah rujukan Google (KSRG). Meskipun ada beberapa sekolah di Sulsel yang juga termasuk dalam program tersebut, Madiun dianggap sebagai contoh terbaik. Namun, Ketua Komisi 2 DPRD Parepare, Satria Parman Agoes Mante, menyayangkan penggunaan dana pribadi oleh para kepala sekolah. Ia berpendapat bahwa studi tiru seharusnya dibiayai oleh pemerintah daerah. Di sisi lain, pemerintah daerah saat ini sedang melakukan efisiensi anggaran, sehingga tidak memungkinkan untuk mengalokasikan dana untuk kegiatan studi tiru. Satria Parman Agoes Mante memahami kondisi keuangan daerah, tetapi tetap menyayangkan jika pengembangan sumber daya manusia (SDM) harus ditanggung sendiri oleh para kepala sekolah. Seharusnya, ada anggaran khusus dari pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan semacam ini.

Kontroversi ini memunculkan pertanyaan tentang prioritas anggaran pendidikan di Parepare. Di satu sisi, inisiatif kepala sekolah untuk meningkatkan kompetensi patut diapresiasi. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran mengenai beban finansial yang harus ditanggung oleh para kepala sekolah. Perdebatan ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Diharapkan, pemerintah daerah dapat mempertimbangkan alokasi anggaran yang lebih memadai untuk pengembangan SDM di sektor pendidikan, sehingga kegiatan studi tiru atau pelatihan lainnya dapat dilaksanakan tanpa membebani para tenaga pendidik.

Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam menyikapi kontroversi ini:

  • Transparansi Anggaran: Pemerintah daerah perlu lebih transparan dalam mengelola anggaran pendidikan dan menjelaskan prioritas pengeluaran.
  • Dukungan SDM: Pemerintah daerah perlu memberikan dukungan yang lebih memadai untuk pengembangan SDM di sektor pendidikan, termasuk alokasi anggaran untuk studi tiru dan pelatihan.
  • Perencanaan Matang: Kegiatan studi tiru perlu direncanakan dengan matang dan disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan anggaran daerah.
  • Evaluasi Efektivitas: Pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi terhadap efektivitas kegiatan studi tiru dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Dengan memperhatikan poin-poin ini, diharapkan kontroversi serupa dapat dihindari di masa mendatang, dan kegiatan studi tiru dapat memberikan manfaat yang optimal bagi peningkatan kualitas pendidikan di Parepare.