Lestari Forum II Soroti Tantangan dan Peluang Investasi Berkelanjutan bagi UKM
Lestari Forum II yang digelar di Menara Kompas, Jakarta Pusat pada Jumat (9/5/2025), menyoroti pentingnya ekosistem investasi berkelanjutan dan pelaporan keberlanjutan bagi Usaha Kecil Menengah (UKM). Forum ini menghadirkan sejumlah pakar yang membahas berbagai aspek, mulai dari hambatan pembiayaan hijau hingga peran korporasi dalam mendukung UKM.
Rizkia Sari Yudawinata, Sustainable Finance Advisor WWF Indonesia, mengungkapkan bahwa dekarbonisasi UKM menghadapi kendala finansial dan struktural. Keterbatasan keahlian, sulitnya akses pendanaan, dan ketergantungan pada pembeli utama menjadi tantangan utama. Meskipun penyedia solusi energi terbarukan mulai berkembang, efisiensi energi terhambat oleh biaya audit yang tinggi, jumlah pelaku yang minim, dan kurangnya model bisnis yang layak didanai.
"Persyaratan agunan yang tinggi dan insentif yang kurang menarik juga membatasi akses UKM ke pembiayaan hijau," ujarnya. Rizkia mencontohkan bagaimana bank internasional menggunakan skema jaminan, dana DFI, dan model leasing ESCO untuk mendukung UKM. Ia menekankan pentingnya adopsi strategi serupa oleh bank dalam negeri agar pembiayaan hijau menjadi lebih inklusif dan memberikan dampak yang signifikan.
Saskia Tjokro, Director of Angin Advisory, menekankan peran penting korporasi dalam mendukung UKM melalui inkubasi, akselerasi pelatihan ESG dan praktik berkelanjutan, kemitraan dalam rantai pasok berkelanjutan, dan dukungan akses pasar. Ia mencatat adanya tren menarik dalam investasi berdampak, dimana jumlah dana investasi berdampak signifikan dalam lima tahun terakhir, namun jumlah transaksinya justru menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa investor cenderung memilih investasi besar dalam jumlah yang lebih sedikit.
Sebaliknya, investor kecil semakin aktif, ditandai dengan peningkatan jumlah transaksi dan volume investasi. Saskia juga menyoroti meningkatnya minat calon investor berdampak terhadap Indonesia.
Lany Harijanti, Regional Program Implementation Manager GRI ASEAN Network, berbagi pengalaman dan tantangan dalam mendampingi UKM untuk menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Pendekatan ESG bertujuan mengukur dampak dan kontribusi kemitraan jangka panjang. Ia mengakui bahwa banyak UKM di ASEAN belum menjadikan keberlanjutan sebagai prioritas, bahkan belum pernah menjalankan inisiatif keberlanjutan.
Lany merekomendasikan panduan pengungkapan ESG yang disederhanakan ASEAN untuk UKM dalam rantai pasok oleh ACMF. "Proses dalam sustainable reporting itu membantu organisasi untuk mengetahui mau dibawa ke mana organisasinya karena yang kita bahas di dalam sustainability adalah tentang dampak," jelasnya.
Wisnu Nugroho, VP Sustainability KG Media, berharap dana keberlanjutan korporasi tidak hanya fokus pada kebutuhan internal, tetapi juga dialokasikan untuk mendukung peningkatan kapasitas UKM. "Kita juga ingin mendapatkan bagaimana dana keberlanjutan dari teman-teman korporasi bisa disalurkan kepada UMKM supaya UMKM bisa naik levelnya, bisa masuk rantai pasok, dan tentu saja Bapak Ibu juga bisa melaporkan itu di ESG report masing-masing," kata Wisnu.
Dalam sesi khusus mengenai Lestari Awards, dewan juri membagikan pertimbangan utama dalam penilaian. Salah satunya adalah orisinalitas inisiatif yang diajukan.
"Kami tentunya akan memberi nilai lebih bagi inisiatif yang lebih otentik, kadang-kadang ada sesuatu yang kayaknya konvensional gitu terus menjadi tertinggal," jelas Putra Adhiguna, salah satu juri Lestari Awards 2025. Ia juga menyoroti pentingnya inklusivitas dan menyarankan peserta untuk memulai proposal dengan cerita, bukan langsung menyajikan data.
"Tentunya harus ada data-data yang mendukung, tapi satu yang penting adalah adalah cerita, membuka submission itu dengan cerita," ucap Putra.
Lestari Awards 2025 bukan sekadar penghargaan, melainkan platform untuk mempercepat transformasi bisnis menuju keberlanjutan.